Sementara itu, dokter hewan yang juga akademisi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang, drh Yeremia Yobelanno Sitompul, mengatakan, ada beberapa jenis essential oil yang dapat menyebabkan keracunan pada hewan peliharaan.
"Hal yang saya ketahui itu, essential oil dapat menyebabkan keracunan, tapi untuk mengenai kepastiannya itu data secara scientific masih sedikit," ujar Yeremia saat dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com, Sabtu (21/8/2021).
"Ada case report menyebutkan bahwa essential oil ada yang beracun, ada yang tidak baik untuk kucing maupun anjing, salah satunya yang beracun yang mengandung phenol," kata dia.
Jika terhirup kucing, kata Yeremia, kandungan phenol dapat menyebabkan masalah atau gangguan pada hati.
Sebab, kucing dinilai lebih rentan keracunan ketimbang anjing. Hal ini dilihat dari bentuk tubuh kucing yang lebih kecil dibandingkan dengan anjing.
Sehingga, jika terkena racun dalam jumlah yang sama, maka kucing akan menerima racun dalam dosis besar.
Selain itu, faktor keracunan dari essential oil kepada hewan peliharaan juga bergantung pada seberapa banyak hewan terekspos dalam essential oil.
Menurut Yeremia, dampak keracunan pada hewan yang paling berbahaya ketika racun menyerang organ dalam.
"Misalnya essential oil diserap melalui pernapasan itu bisa menyebabkan masalah pernapasan, ada yang bilang kucing yang punya masalah pernapasan (bawaan) ini lebih rentan mengalami gangguan pernapasan kalau terekspos essential oil," ujar Yeremia.
Yeremia mengungkapkan, uap essential oil akan menempel di bulu atau rambut hewan. Kemudian, tanpa disadari, kucing atau anjing menjilat bulu mereka dan berpotensi menjadi keracunan.
"Nah, di sini owner atau pemilik juga penting untuk memahami tanda-tanda hewan mengalami keracunan," ujar Yeremia.
Ada beberapa tanda-tanda hewan peliharaan mengalami keracunan, antara lain:
Reaksi hewan peliharaan terpapar racun ini bergantung pada apakah hewan termasuk jenis yang sensitif atau tidak, ukuran hewan, dan seberapa lama hewan terekspos racun tersebut.
"Dari faktor-faktor ini bisa jadi responsnya berbeda dan efeknya juga berbeda," ujar Yeremia.
Selain itu, ia juga sulit menentukan berapa lama efek keracunan akan berlangsung.