TENTANG kemerdekaan, Sukarno pernah menjelaskan demikian, ”Ketahuilah bahwa kemerdekaan barulah sempurna, bilamana bukan saja dari politik kita merdeka, dan bukan saja ekonomi kita merdeka, tetapi di dalam hati pun kita merdeka.”
Rasanya, Bung Karno tepat. Merdeka itu bukan hanya fisik. Mahatma Gandhi contohnya. Pejuang kemerdekaan India ini sempat dipenjara. Tetapi setelah bebas, ia tetap merasa tidak merdeka.
Sebab, Gandhi melihat bangsanya menderita. Orang Inggris menindas rakyat India. Ia menyadari, selama ada ekspolitasi kepada sesama manusia, hidupnya tidak benar-benar merdeka. Ini yang mendorong Gandhi melakukan ahimsa.
Kemerdekaan juga bukan hanya soal ekonomi. Seseorang bisa saja memiliki banyak materi. Tetapi, ada loh orang kaya seperti itu yang belum merdeka.
Tanpa sadar, ia dibelenggu dan diperbudak harta. Selalu merasa kurang. Menteri atau pengusaha yang punya ratusan miliar dan masih korupsi adalah contohnya. Mereka belum merdeka sebab diperbudak harta.
Merdeka juga bukan hanya soal politik. Tahun 1945 bangsa Indonesia merdeka. Secara politik, ia sudah bebas dari penguasa kolonial Belanda.
Tetapi pasca-kemerdekaan, penindasan masih terjadi. Pelakunya anak bangsa sendiri. Tentang ini Sukarno pernah mengingatkan, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Mengapa menurut Sukarno, perjuangan bangsa Indonesia pasca-terusirnya kekuatan kolonial menjadi lebih sulit?
Karena Sukarno melihat kemerdekaan sebagai sebuah proses tanpa henti untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi: masyarakat adil dan makmur.
Dalam artikel berjudul Mencapai Indonesia Merdeka (1933), Bung Karno menjelaskan bahwa kemerdekaan hanyalah “jembatan emas”. Ia bukan tujuan akhir melainkan “penghubung” perjuangan rakyat Indonesia dengan cita-citanya: “masyarakat adil dan makmur, yang tidak ada tindasan dan hisapan.”
Dalam pidato 17 Agustus 1964 berjudul Tahun Vivere Pericoloso, Sukarno menekankan kembali bahwa tujuan kemerdekaan adalah terwujudnya dunia baru, yaitu dunia tanpa exploitation de l'homme par l'homme (eksploitasi manusia atas manusia).
Sukarno melihat imperialisme dan kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang mengancam bangsa. Ideologi tersebut bisa memakai pemimpin bangsa.
Tentang hal tersebut Bung Karno berkata, “Malah kita dicekoki oleh pemimpin-pemimpin semacam itu, bahwa "revolusi sudah selesai", dan bahwa "kolonialisme-imperialisme sudah mati."
Sukarno benar. Pascakemerdekaan, perjuangan belum selesai. Sebab Pancasila belum mendasari kehidupan bersama sebagaimana ideal dalam pembukaan UUD 1945.
Prinsip ketuhanan diinterpretasi hanya sebagai ajaran dan ritual keagamaan, bukan dalam wujud perilaku atau tindakan.