Ketiga madu palsu ini biasa disebut dengan singkatan SOS (Sintetis, Oplosan, Sirupan).
Baca juga: BPOM: Madu Palsu Tak Layak Dikonsumsi, Terutama Penderita Diabetes
Meski ada bedanya, ternyata mengenali madu palsu tak semudah yang dibayangkan. Bahkan di mata peternah lebah.
“Sedikit sulit ketika kita membedakan mana madu murni dan sintetis,” kata peternak lebah di Eduwisata Lebah Madu di Desa Bojongmurni, di kaki Gunung Pangrango bernama Iyan Supriyadi.
Menurut Iyan yang juga Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Sadar Tani Muda Desa Bojongmurni, jenis-jenis madu tak sekadar bisa dibedakan hanya dengan memperhatikan warna, aroma, tekstur, atau pun rasanya.
Walaupun begitu, masih ada cara yang bisa dilakukan untuk membedakan madu murni dengan madu sintetis, oplosan, dan sirupan dengan sederhana.
Trik lainnya bagi kamu yang belum terbiasa dengan rasa madu murni, adalah dengan mengetes tekstur madu. Cukup oleskan sedikit madu di bagian telunjuk dan ibu jari tangan.
Kemudian gosok-gosok ibu jari dan telunjuk. Jika madu tersebut adalah madu murni, maka semakin lama digosok teksturnya akan jadi semakin kesat.
“Tapi ketika dilihat dengan kasat mata, kayak berminyak gitu madunya. Itu yang asli biasanya seperti itu,” imbuh Iyan.
Cara ini akan terasa mudah bagi Anda yang sudah sering mengonsumsi madu murni. Maka, sensasi keaslian rasanya sudah cukup dikenali.
Melalui indera perasa, aroma madu murni juga bisa dideteksi dengan mudah bagi yang sudah terbiasa. “Lidah itu tidak akan menerima ketika kita mengonsumsi madu yang terindikasi SOS,” kata Iyan.
Baca juga: 3 Cara Bedakan Madu Murni dengan Madu Oplosan, Tips dari Petani Lebah
Selanjutnya adalah cara yang akurat untuk bisa membedakan apakah madu tersebut madu murni atau bukan. Caranya adalah dengan memastikan sumber madu yang kamu konsumsi tersebut.
Pertama, di mana lokasi peternakan madu tersebut berasal.
Kedua, pakan atau tanaman apa yang dikonsumsi oleh lebah.
Ketiga, jenis lebah apa yang memproduksi. Jangan lupa cek berapa banyak koloni lebah yang dimiliki peternakan.
“Kalau peternak itu hanya punya 10-15 koloni, apakah mungkin untuk menutupi permintaan pasar yang membludak? Karena permintaan pasar yang tinggi, akhirnya malah dioplos,” pungkas Iyan.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Syifa Nuri Khairunnisa|Editor: Yuharrani Aisyah)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.