Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
PENGGALAN sajak WS Rendra tentang “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta” entah pernah dibaca dengan seksama atau tidak oleh Hartono Setyawan.
Tetapi yang jelas, spektrum bisnis Hartono memang bersinggungan di lingkar kekuasaan. Nama Hartono Setyawan sendiri bukan “tokoh penting” tetapi kiprah Hartono pernah bersinggungan dengan “orang penting”.
Geliat bisnis Hartono pun juga berkelindan dengan jaringan politik, aparat penegak hukum hingga pengusaha.
Siapakah Hartono Setyawan?
Karena tidak lagi terdengar sepak terjangnya, berita kematian Hartono beberapa waktu yang lalu tidak terlacak di media dan linimasa.
Dengan nama sohornya Hartono “Prapanca” atau Hartono “Ayam”, generasi akhir 1980-an hingga 1990 akhir pasti mengenal nama mucikari papan atas di tanah air ini.
Wilayah operasinya membentang dari Jakarta, Batam, Semarang, Surabaya, Bali hingga Pontianak.
Pemuas syahwat yang disediakan Hartono memang tidak tergolong ecek-ecek dan semua di-maintain Hartono dengan manajemen yang terorganisir.
Konon, anak buah Hartono Prapanca banyak berasal dari kalangan artis dan hanya mau “berpraktik” di hotel bintang 5.
Ketika hendak menuliskan kolom ini, ada pertentangan batin antara perlu dan tidak perlu untuk mengungkap kisah seorang anak manusia yang bernama Hartono Setyawan.
Pandangan negatif mungkin saja akan tertuju kepada penulis mengingat latar belakang tokoh yang dituliskannya.
Mahaguru Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof Dr Deddy Mulyana yang juga promotor disertasi penulis pernah berujar penuturan kisah hidup dari sesesorang tetap menjadi sejarah – tidak saja bagi yang bersangkutan – tetapi juga menjadi kisah yang menarik bagi orang lain.
Jika gajah mati meninggalkan gading, maka ketika Hartono wafat dia meninggalkan selarik kisah yang menjadi pelajaran dalam kehidupan.
Kedekatan saya dengan Hartono Ayam – penyebutan ayam adalah merujuk kepada pekerjaan Hartono yang menyediakan pekerja seks komersial – bermula dari tantangan pemimpin redaksi media tempat saya bekerja di awal 1990—an untuk mendapatkan wawancara eksklusif dengan Hartono.
Hartono dikenal dekat dengan kalangan atas dan aparat penegak hukum karena bisnisnya berhubungan dengan mereka.
Tidak seperti sekarang, media saat itu masih terbilang sedikit dan persaingan untuk mendapatkan berita “terdepan, teraktual dan terkini” terus dipompakan kepada kami, wartawan junior.
Dari semula yang susah ditemui namun akhirnya menjadi kawan dekat, saya menjadi paham pola kerja yang dilakukan Hartono dalam memobilisasi anak buahnya.