Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Makan di Warteg Harus Tunjukkan Sertifikat Vaksin Covid-19?

Kompas.com - 06/08/2021, 07:32 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi mengeluarkan aturan bahwa pelanggan warteg wajib menunjukkan sertifikat sudah divaksin selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 4.

Aturan tersebut dikeluarkan melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) dan tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas PPKUKM Nomor 402 Tahun 2021.

Surat Keputusan (SK) itu dikirim oleh Plt Kepala Dinas PPKUKM, Andri Yansyah kepada Kompas.com, Kamis (29/7/2021).

Dalam lampiran SK disebutkan, para pelaku usaha atau pedagang dan pengunjung yang makan serta minum di warung atau warteg harus sudah divaksinasi yang dibuktikan dengan sertifikat vaksin.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan, kebijakan yang mengharuskan pengunjung warteg menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19 agar dapat makan dan minum di tempat adalah mengada-ada.

Baca juga: Jelang Akhir PPKM, Ini 5 Provinsi dengan Kasus Covid-19 Tertinggi

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Minggu (1/8/2021), menurut Mukroni, pemerintah sebaiknya membantu pengusaha warteg di masa pandemi Covid-19 ketimbang membuat kebijakan yang justru membuat keadaan mereka semakin terdesak.

“Untuk kebijakan mengenai vaksin saya pikir apa ya, ini (kebijakan harus menunjukkan kartu vaksin) lebih mengada-ada lagi, karena sebenernya streak bukan divaksin tapi penekanannya di protokol kesehatan,” ujar Mukroni.

Mukroni menambahkan, orang yang telah divaksinasi pun bisa tertular Covid-19 jika tidak menerapkan protokol kesehatan.

Menurutnya, harus menunjukkan sertifikat vaksin agar dapat makan di warteg bukanlah kebijakan yang efektif untuk menurunkan penyebaran Covid-19.

“Mereka (pengusaha warteg) sudah melewati 1,5 tahun, artinya mereka sudah tahu proses kesehatannya. Jangan dianggap bahwa warteg itu tak mau menaati, tak tahu prokes. Itu kan tidak,” kata Mukroni.

Baca juga: Akankah PPKM Level 4 Diperpanjang Lagi Setelah Tanggal 2 Agustus?

Mukroni berpendapat, dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah seharusnya tidak membuat kebijakan dan memberikan sanksi yang memberatkan pengusaha warteg.

“Ini posisi warteg sudah kolaps, terus dikasih kebijakan (tidak berpihak). Misalnya (ada orang) darahnya tinggi, kan ga bisa divaksin. Lalu bagaimana, apa tidak boleh makan di warteg?” tegasnya.

Dia meminta kepada pemerintah agar kebijakan menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19 sebelum makan di warteg perlu dikaji ulang dan waktu lebih untuk sosialisasi.

Selain itu, Mukroni meminta pemerintah membantu pengusaha warteg agar dapat menyediakan tempat makan yang sesuai dengan protokol kesehatan, seperti menyediakan masker atau merapikan ruangan agar sesuai prosedur prokes.

“Kan asisten rumah tangga warteg juga pulang, karena tak mampu berikan gaji. Pemerintah harus bijaksana terapkan kebijakan kepada pengusaha warteg karena usaha lagi kolaps,” imbuhnya.

Sumber KOMPAS.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com