Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kelirumologi, Enerji Penumbuh-kembangan Sains

Kompas.com - 29/07/2021, 16:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Entah oleh siapa dan kapan, istilah science dialih-bahasakan menjadi sains yang kemudian oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia ditafsirkan menjadi minimal tiga makna yaitu,

1) ilmu pengetahuan pada umumnya; 2) pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu pengetahuan alam; 3) pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Kelirumologi

Dengan makna beraneka-ragam maka pada hakikatnya adalah keliru apabila dipaksakan hanya satu definisi saja bagi apa yang disebut sebagai sains.

Bahkan berdasar telaah Pusat Studi Kelirumologi layak disimpulkan bahwa sebenarnya sejarah sains bertaburan spora kekeliruan.

Misalnya kekeliruan Aristoteles meyimpulkan bahwa mahluk hidup hadir secara spontan seperti ulat-ulat yang keluar dari buah apel busuk.

Atau kekeliruan Aristoteles meyakini bahwa di alam semesta hanya ada empat elemen yaitu air, api, tanah dan udara plus aether bagi benda selestial.

Aristoteles juga keliru dalam menganggap pusat pikiran dan perasaan adalah jantung yang di Indonesia makin dikelirukan menjadi hati dengan konsekuensi muncul istilah patah hati atau menilai Sengkuni berhati busuk.

Kelvin sampai Einstein 

Saintis paling berwibawa kerajaan Inggris, Lord Kelvin dianggap sangat keliru dalam menghitung usia planet bumi meski sebenarnya yang menganggap keliru juga tidak tahu usia planet bumi yang sebenarnya benar-benar benar.

Teori Charles Darwin tentang seleksi alamiah dianggap keliru sampai dibenarkan oleh eksperimen George Mendel meski kemudian sampai sekarang masih dikoreksi tanpa henti di sana sini.

Namun yang jelas istilah the survival of the fittest di samping sering keliru ditafsirkan juga sebenarnya bukan bikinan Darwin namun Herbert Spencer yang kemudian dipopulerkan oleh Aldous Huxley untuk mempertahankan mata pelajaran teori evolusi di bangku sekolah Amerika Serikat dari para fanatisawan dogma genesis Nasrani.

Para penganut kreatisme dapat mencapai orgasme intelektual mau pun spiritual dengan membaca buku What Darwin Got Wrong garapan Jerry Fodor yang tidak membenarkan teori Darwin namun juga bab Genesis Kitab Suci.

Akibat terburu-buru karena sengit berlomba dulu-duluan publikasi maka mahakimiawan Linus Pauling yang kemudian memperoleh anugerah Nobel untuk ilmu kimia membuat model DNA yang keliru.

Mahamatematikawan merangkap astronom Fred Hoyle yang melahirkan istilah “Big Bang” berupaya mengingkari kebenaran teori bikin dirinya sendiri meski istilah itu tetap bertahan populer sampai sekarang.

Kekeliruan Albert Einstein dalam berspekulasi tentang enerji yang menjaga keseimbangan alam semesta justru membuka gerbang ke konsep cemerlang semesta sains abad XX.

Enerji hakiki

Tidaklah keliru bahwa Albert Einstein ketika jumpa Charlie Chaplin nyeletuk, “Hebat Anda bisa bermahakarya tanpa bicara sepatah kata pun.”

Sementara Chaplin balas nyeletuk, “Hebat Anda bisa bermahakarya dengan teori yang tidak ada orang lain memahaminya.” 

Pendek kata sejarah sains secara kelirumologis membuktikan bahwa kekeliruan justru merupakan enerji hakiki untuk menggerakkan mekanisme penumbuh-kembangan sains. Tanpa proses trial and error tiada dinamika pada sains maka statis alias mandeg belaka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com