Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bingungologi Pagebluk Corona

Kompas.com - 24/07/2021, 13:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI tengah kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata, dan darah akibat pagebluk Corona alih-alih mereda malah makin merajalela maka muncul sikap dan perilaku manusia saling menyalahkan.

Saling menyalahkan

Rakyat menyalahkan pemerintah tidak tegas. Pemerintah menyalahkan rakyat tidak disiplin mematuhi protokol kesehatan.

Para dokter menyalahkan Kementerian Kesehatan kurang memberikan dukungan. Kemenkes menyalahkan dokter kurang gigih menunaikan tugas meski sudah banyak dokter gugur dalam pertempuran melawan Corona.

Para ekonom menyalahkan pemerintah mengutamakan kesehatan ketimbang ekonomi. Para pelayan kesehatan menyalahkan pemerintah mengutamakan ekonomi ketimbang kesehatan.

Produsen vaksin A promosi produknya terbaik sambil melecehkan produk vaksin B sementara produsen vaksin B mengklaim produk yang terbaik sambil melecehkan vaksin A dan C dan lain-lainnya.

Ada pula produk obat farmasi yang telah lolos uji-klinis BPOM bahkan juga telah empiris teruji menyelamatkan para pasien Corona dicurigai memiliki dampak samping seolah ada obat farmasi yang tidak memiliki dampak samping.

Manusia lupa kenyataan bahwa manusia mustahil sempurna termasuk dalam menghadapi pagebluk Corona.

Luhut Binsar Panjaitan meminta maaf atas ketidaksempurnaan langkah pemerintah menghadapi pagebluk Corona layak dihargai dan dihormati sebagai sikap kekesatriaan perwira mengakui bahwa tidak ada manusia di marcapada ini mampu sempurna menghadapi pagebluk Corona.

Bingungologi

Kebingungan makin menjadi-jadi terbukti pada kasus ada pasien yang sudah dua kali disuntik vaksin A namun akibat meragukan khasiatnya maka sibuk mencari vaksin B dan vaksin C untuk disuntikan ke dirinya dengan hasil dirinya tetap terpapar Corona.

Memang para ilmuwan sudah berjuang habis-habisan untuk menumpas Corona namun sayang setriliun sayang ternyata virus Corona sebagai bagian hakiki melekat pada ekosistem alam semesta juga berjuang habis-habisan untuk mempertahankan diri agar jangan sampai tertumpas oleh manusia.

Perilaku saling menyalahkan pada hakikatnya alih-alih memperbaiki malah makin memperparah derita kebingungan masyarakat yang kebetulan sudah cukup menderita akibat sanak-keluarga bahkan dirinya terpapar Corona.

Bahkan ketika Dr Terawan dan Prof Nidom menganjurkan masyarakat menggunakan ramuan jamu untuk menghadapi pagebluk Corona, langsung dihujat sebagai terbelakang bahkan menyesatkan.

Preventif

Pada hakikatnya para virus Corona dengan segenap sanak-mutasinya menyadarkan umat manusia bahwa sedia payung sebelum hujan tetap lebih bijak ketimbang setelah hujan baru bingung cari payung.

Maka mencegah dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing memang jauh lebih bijak ketimbang mengobati penyakit yang sudah terlanjur terderita.

Selaras dengan paradigma kesehatan mengutamakan promotif serta preventif ketimbang kuratif yang telah dimaklumatkan WHO sejak awal abad XXI sebagai pewujudan pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan umat manusia di planet bumi ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com