Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Idul Adha dan Spirit Merawat Kehidupan

Kompas.com - 20/07/2021, 15:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pandemi Covid-19 ini menjadi sirine yang berbunyi jelas di telinga manusia: Memento mori, ingatlah kematianmu.

Kabar duka cita yang datang silih berganti, yang berisi informasi kematian orang yang kita kenal atau bahkan keluarga sendiri memaksa kita memandang kematian secara lebih dalam.

Pandemi ini memaksa kita untuk memaknai hidup sebagai -mengutip Martin Heidegger-keberadaan menuju kematian (Sein zum Tode).

Menurutnya, ketika orang terlahir ke dunia, maka saat itu juga ia sudah cukup tua untuk meninggal dunia.

Orang tidak tahu kapan waktunya. Tetapi kematian pasti akan tiba. Kematian akan dialami dalam subyektifitas: saya sendirilah yang akan mengalaminya.

Merawat kehidupan

Ritual pemotongan kurban dalam hari raya idul Adha tidak lepas dari kisah Nabi Ibrahim, yang diperintahkan Allah untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail.

Usai penantian panjang, Nabi Ibrahim akhirnya dikaruniai seorang anak oleh Allah. Ketika Nabi Ismail, putranya beranjak remaja, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya sendiri

Nabi Ibrahim adalah orang yang patuh. Dia menaati perintah Allah meski harus mengorbankan anak yang telah lama dinantikannya. Namun sebelum Nabi Ibrahim mengorbankan putranya, Allah menggantikannya dengan domba.

Di balik kisah tersebut ada makna spiritual yang dalam. Nabi Ibrahim bersedia menaati perintah Allah untuk mengorbankan putranya. Tetapi Allah tidak menghendaki kematian anaknya.

Sesungguhnya, itu ujian keimanan. Karena itu, Allah kemudian menggantikannya dengan korban domba. Allah sesungguhnya tidak menghendaki, ketaatan kepada-Nya dilakukan dengan mengorbankan kehidupan manusia.

Rasanya, pesan Idul Adha yang demikian relevan di tengah pandemi Covid-19 yang sedang kita hadapi.

Di satu sisi, kita harus bersiap jika kita atau orang yang kita cinta akan meninggal dunia atau kembali kepada-Nya.

Pandemi ini dengan jelas mengajarkan kepada kita, kematian bisa mendatangi siapa saja: tua muda, miskin kaya, pria-wanita.

Bisa saja suatu saat kita atau orang yang kita cintai kembali kepada-Nya karena terinfeksi Sars Cov-2. Karena itu, kita harus berserah dan siap sedia jika itu harus terjadi. Memento mori!

Di sisi lain, kita perlu tetap menjaga dan merawat kehidupan yang dikaruniakan-Nya. Sama seperti Allah tidak menghendaki kematian Nabi Ismail dan menggantikannya dengan korban domba, maka kita diperintahkan untuk merawat dan menghargai kehidupan manusia.

Jangan sampai terjadi, kita mengabaikan protokol kesehatan dengan dalih hidup mati kita di tangan Tuhan. Imbauan Wakil Presiden, agar pelaksanaan ritual Idul Adha perlu memperhatikan protokol kesehatan, sehingga tidak menjadi klaster baru penularan Covid-19 di Indonesia, perlu dimaknai dalam semangat merawat kehidupan seperti ini.

Ritual korban yang berdimensi sosial - karena memerintahkan umat Muslim untuk memperhatikan orang miskin melalui pemberian daging korban- merupakan pesan kuat agar setiap orang bersedia menjaga dan merawat kehidupan sesama, khususnya mereka yang lemah dan membutuhkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com