Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Bleaching pada Monyet, Ada Unsur Paksaan dan Penyiksaan

Kompas.com - 14/07/2021, 12:11 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Penyiksaan

Menanggapi fenomena ini, Program Manager Animal Friends Jogja, Angelina Pane menyatakan bahwa praktik ini jadi salah satu penyiksaan pada hewan.

Ia tidak setuju dengan praktik ini, karena pada dasarnya pihaknya percaya bahwa satwa liar seperti monyet harus hidup di habitat aslinya.

"Dari awal kita tidak setuju dengan perdagangan dan pemeliharaan monyet. Memang mereka tidak dilindungi penuh. Kita percaya bahwa satwa liar harusnya lestari di habitatnya," kata Angelina saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).

Ia juga mengamati bahwa proses penangkapan monyet dari alam dinilai kejam, seperti mengambil bayi monyet dari induk atau habitat aslinya.

Baca juga: Viral Video Kurir COD di Tangerang Diancam Borgol oleh Konsumen, seperti Apa Ceritanya?

Sifat agresif pada bayi monyet belum keluar, tetapi tidak dapat dijamin ketika sudah dewasa. Padahal, semasa hidupnya monyet akan dikurung atau dibatasi ruang geraknya.

Lebih parah lagi, Angelina menyebutkan kasus-kasus pelepasan monyet sembarangan karena alasan bosan atau monyet sudah jadi dewasa dan agresif.

Praktik pemeliharaan monyet oleh manusia, sayangnya juga dilakukan oleh selebriti atau pesohor. Angelina miris melihat hal ini.

"Apalagi kalau dia adalah selebriti, kemudian follower-nya ikut dan akhirnya persoalan ini tidak akan pernah selesai. Tambah banyak yang diperdagangkan, ditangkap dari alam," tuturnya.

Baca juga: Viral, Video Mobil Goyang Saat Isi Bensin, Apa Sih Manfaatnya?

Celah

Salah satu penyebab maraknya pemeliharaan dan penyiksaan monyet, menurut Angelina karena adanya rasa dominasi manusia.

Manusia merasa paling berkuasa di bumi, sehingga berhak untuk menguasai mahluk hidup lainnya.

"Kalau banyak penelitian, sudah membuktikan manusia yang suka menyiksa hewan ada kecenderungan melakukannya juga pada manusia lain," ujar Angelina.

Untuk saat ini, Animal Friends Jogya belum memiliki data banyaknya moyet atau primata yang dipelihara di Indonesia.

Baca juga: Peringati Hari Primata, Ini Kondisi Rehabilitasi Satwa di Yogyakarta

Hal ini karena adanya banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk memelihara monyet. Telebih bagi orang kaya dan memiliki kuasa dan itu dibiarkan.

Sering kali, alasan untuk membenarkan pemeliharaan monyet adalah izin atau jalur yang sudah sesuai aturan. Menurut Angelina, tidak ada pembenaran apapun untuk memelihara monyet.

"Bagi kami tidak ada jalur yang baik. Mau sebaik apa pun, itu sudah salah. Kami mendesak pemerintah untuk pelarangan total," katanya.

Animal Friends Jogja sempat melakukan advokasi topeng monyet di DI Yogyakarta. Sampai akhirnya terbit surat edaran dari Sekertaris Daerah DI Yogyakarta tentang penertiban aktivitas topeng monyet.

"Kalau dulu kita data untuk topeng monyet, kemudian menghilang dari Jogja setelah ada penyitaan. Tapi setelah itu mereka keluar kota, pindah. Itu juga persoalan lagi karena belum ada pelarangan nasional," imbuhnya.

Baca juga: Selain Udang Asal Sulawesi, Ini 5 Hewan di Indonesia yang Terancam Punah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Terakhir Besok, Berikut Cara Lapor SPT Tahunan secara Online Via E-Filing

Terakhir Besok, Berikut Cara Lapor SPT Tahunan secara Online Via E-Filing

Tren
Korea Utara Menyensor Video Seorang Presenter yang Berkebun Pakai Celana Jeans

Korea Utara Menyensor Video Seorang Presenter yang Berkebun Pakai Celana Jeans

Tren
Daftar 74 Perguruan Tinggi yang Menjadi Pusat UTBK SNBT 2024, Mana Saja?

Daftar 74 Perguruan Tinggi yang Menjadi Pusat UTBK SNBT 2024, Mana Saja?

Tren
Daftar Urutan Film Godzilla, Terbaru 'Godzilla x Kong: The New Empire'

Daftar Urutan Film Godzilla, Terbaru "Godzilla x Kong: The New Empire"

Tren
10 Tanaman yang Berbahaya bagi Anjing Peliharaan, Ada Tulip dan Lidah Buaya

10 Tanaman yang Berbahaya bagi Anjing Peliharaan, Ada Tulip dan Lidah Buaya

Tren
Komite HAM PBB Soroti Pencalonan Gibran di Pilpres 2024

Komite HAM PBB Soroti Pencalonan Gibran di Pilpres 2024

Tren
Pemudik Meninggal Diduga Keracunan AC Mobil, Apa Tandanya Pendingin Sudah Rusak?

Pemudik Meninggal Diduga Keracunan AC Mobil, Apa Tandanya Pendingin Sudah Rusak?

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh jika Makan Almond Setiap Hari?

Apa yang Terjadi pada Tubuh jika Makan Almond Setiap Hari?

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah di Indonesia yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30-31 Maret 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah di Indonesia yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30-31 Maret 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi Penculikan dan Pemerasan Penumpang GrabCar, Unair Buka Suara soal Plagiat Tugas

[POPULER TREN] Kronologi Penculikan dan Pemerasan Penumpang GrabCar, Unair Buka Suara soal Plagiat Tugas

Tren
Pintu Kayu di Film Titanic Dilelang dan Laku Rp 11 Miliar, Apa Spesialnya?

Pintu Kayu di Film Titanic Dilelang dan Laku Rp 11 Miliar, Apa Spesialnya?

Tren
Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung

Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung

Tren
Beredar Kabar Dugaan Calo Tiket Mudik dari Pejabat KAI, Ini Kata KAI

Beredar Kabar Dugaan Calo Tiket Mudik dari Pejabat KAI, Ini Kata KAI

Tren
10 Negara Terkuat di Dunia 2024, Amerika Serikat Masih Kokoh di Puncak

10 Negara Terkuat di Dunia 2024, Amerika Serikat Masih Kokoh di Puncak

Tren
The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com