MUHAMMAD Faisal dalam bukunya Generasi Kembali ke Akar: Upaya Generasi Muda Meneruskan Imajinasi Indonesia tahun 2020 mengatakan, generasi muda Indonesia akan kembali ke akar ke-Indonesiaannya.
Ia menjelaskan, sebuah generasi tidak akan bertumbuh jika tidak didasari akar yang kuat. Akar inilah yang nantinya akan dicari oleh para generasi muda kita.
Selain itu, mereka akan kembali memegang peranan penting dalam memajukan Indonesia terutama dalam era bonus demografi. Terlebih, data dari BPS 2020 mengatakan bahwa pemuda Indonesia berjumlah 145, 39 juta.
Jumlah yang banyak ini harusnya bisa menjadi aset bangsa. Jumlah ini kiranya kalau negara mampu memanfaatkannya dari sekarang, dampak positif dari bonus demografi akan kita nikmati.
Namun, terlepas dari jumlah yang melimpah ini, pemuda Indonesia saat ini sadar bahwa mereka bisa berkontribusi dan berperan penting dalam pembangunan Indonesia.
Pemuda punya kesadaran dan semangat nasionalisme yang tinggi. Mereka ingin menjadi bagian aktif bukan pasif dalam pembangunan bangsa.
Terlebih, generasi muda juga gandrung terhadap tujuan mereka hidup di dunia. Setiap manusia memiliki tujuan hidupnya dan pemuda Indonesia menganggap tujuan hidup ini sangat penting untuk mereka bisa berkontribusi.
Untuk suatu perubahan yang besar bagi bangsa ini, tentunya perlu dimulai dari gerak langkah sederhana dan nyata oleh setiap dari kita. Sangat menyenangkan bisa berbuat suatu hal positif secara “berjamaah”.
Tenaga individu tidak banyak terkuras, karena banyak orang yang punya kepedulian terhadap suatu hal yang sama dengan kita.
Negeri ini butuh banyak “superhero” yang saling bekerja sama dan membuat kontribusi nyata bagi bangsa ini. Membentuk komunitas bisa jadi hal yang sangat menyenangkan, apabila kita dapat mengelolanya dengan cara yang baik dan benar.
Ketika bergabung dalam komunitas, ada perasaan to be part of something bigger. Kita mengetahui kalau bergabung ke dalam komunitas akan membuat keberadaan kita menjadi lebih bermakna.
Kita menjadi lebih peduli terhadap situasi lingkungan dan lebih empati terhadap orang lain. Kita menjadi being part of country not just having a country.
Dalam kata-kata seorang filsuf Erich Fromm, memiliki (having) lebih bersifat tempelan, sesuatu yang melekat, tetapi tidak menunjukkan kualitas seseorang.
Misalnya, kita berkewarganegaraan Indonesia, namun kita tidak menunjukkan bagaimana kualitas kita menjadi seorang warga Negara dalam bentuk kontribusi. Dengan bergabung dengan komunitas, kita menjadi (to be) seorang warga Negara Indonesia yang peduli dengan lingkungannya.
Oleh karena itu, sebagai pemuda, masa muda kita jangan hanya diisi kegiatan yang tidak produktif namun juga menyumbang tenaga dan pikiran pada lingkungan sekitarnya, tempat dirinya dilahirkan, tumbuh, dan besar untuk memberikan manfaat positif bagi daerahnya.