Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk Kita Semua Patuh, Bisa Yuk...

Kompas.com - 04/07/2021, 09:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

"Saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus di Jawa dan Bali".

KOMPAS.com - Demikian pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Kamis (1/7/2021).

Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional.

Keputusan itu diambil sebagai salah satu upaya menekan penyebaran virus corona kian meluas, selain upaya percepatan vaksinasi Covid-19

"Indonesia sedang tidak baik-baik saja" adalah ungkapan yang sesuai untuk menggambarkan keadaan Tanah Air kita saat ini.

Baca juga: PPKM Darurat, Ini Daftar Keberangkatan KA yang Dibatalkan untuk Daop 1 Jakarta

Di media sosial, sejumlah warganet mengajak untuk patuh dengan aturan-aturan PPKM Darurat, dengan harapan bisa membantu mengakhiri pandemi ini.

Situasi yang pasti tak mudah bagi banyak orang, karena pembatasan-pembatasan ini pasti akan berpengaruh besar. Terutama, bagi mereka yang mengandalkan penghasilan harian agar "dapur tetap mengebul".

Namun, pilihan ini harus diambil. Situasi penanganan Covid-19 di Indonesia dalam kondisi darurat.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Berikut Aturan Lengkap PPKM Darurat Jawa-Bali

Situasi darurat

Petugas kesehatan membawa pasien menuju ruangan perawatan dari pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/7/2021). Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kota Bandung menyatakan angka keterisian ruang isolasi atau Bed Occupancy Rate (BOR) di sejumlah rumah sakit rata-rata mencapai lebih dari 90 persen akibat terus meningkatnya kasus terkonfirmasi positif COVID-19 meskipun telah berupaya melakukan penambahan tempat tidur. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/wsj.ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI Petugas kesehatan membawa pasien menuju ruangan perawatan dari pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/7/2021). Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kota Bandung menyatakan angka keterisian ruang isolasi atau Bed Occupancy Rate (BOR) di sejumlah rumah sakit rata-rata mencapai lebih dari 90 persen akibat terus meningkatnya kasus terkonfirmasi positif COVID-19 meskipun telah berupaya melakukan penambahan tempat tidur. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/wsj.
Sebagai bukti gentingnya situasi sekarang, banyak rumah sakit tak mampu lagi menerima pasien.

Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa mendirikan tenda darurat untuk menampung pasien yang tak kunjung surut.

Para relawan yang sering membantu warga untuk mencarikan rujukan rumah sakit pun ikut 'angkat tangan'.

"Sekali lagi mohon maaf. Warga silakan langsung ke Puskesmas, RS, atau menghubungi dinas kesehatan, kementerian kesehatan, atau kantor pemerintah lainnya," kata koalisi warga Lapor Covid-19, Jumat (2/7/2021).

Baca juga: Efektifkah Kebijakan WFH dalam Aturan PPKM Darurat?

Dalam data Lapor Covid-19, selama periode 14-29 Juni 2021, mereka menerima permintaan bantuan mencari rujukan RS dan ICU dari 84 kasus.

Hanya 5 kasus yang berhasil mendapatkan rumah sakit, 10 kasus berakhir kematian, dan hanya 11 yang mendapatkan IGD.

Dengan kolapsnya rumah sakit, tentu akan ada dampak lain yang tak bisa dihindarkan.

Tenaga kesehatan kewalahan, pasien tak bisa tertangani, angka kematian akibat Covid-19 juga akan semakin tinggi.

Para ahli berpendapat, lonjakan kasus yang terjadi di Indonesia tak hanya disebabkan oleh kemunculan varian Covid-19, tetapi juga tingkat kepatuhan warga yang semakin berkurang.

Maklum, lebih dari setahun pandemi virus corona membuat banyak warga lelah, frustasi, dan ingin kembali hidup seperti sedia kala.

Masker pun mulai dilepas, kerumunan massa sudah jadi hal biasa di tengah situasi yang tak biasa ini.

Tak patuh berarti runtuh

Unggahan foto dan video di akun Instagram Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris @charleshonoris yang menunjukkan kerumunan di Pasar Pademangan, Jakarta Utara, Selasa (29/6/2021).Dokumentasi Charles Honoris Unggahan foto dan video di akun Instagram Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris @charleshonoris yang menunjukkan kerumunan di Pasar Pademangan, Jakarta Utara, Selasa (29/6/2021).
Kondisi inilah yang bisa menjadi 'makanan empuk' bagi virus yang tak mengenal kompromi, apalagi konspirasi.

PPKM Darurat ini diharapkan menjadi momentum untuk kembali memperketat kesadaran kita agar tak lengah dan selalu menerapkan protokol kesehatan, termasuk membatasi interaksi.

"Ini bisa memberi harapan bahwa selanjutnya bisa terus dijaga seperti ini. Kita harus bangun semangat ini. banyak hal yang bisa kita raih dari membatasi mobilitas interaksi," kata epidemiolog Griffith University Dicky Budiman saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/7/2021).

Dengan mematuhi aturan PPKM Darurat dan tetap tinggal di rumah, laju penyebaran virus corona akan bisa dihentikan.

Apalagi, varian baru virus corona, Delta, punya kecepatan menyebar berkali-kali lipat dari virus aslinya.

"Kalau manusia bisa dikendalikan pergerakannya, akan berdampak signifikan. Namun sekali lagi ini harus terus dijalin," ujar Dicky.

Jika kepatuhan ini tidak ditegakkan, ia mengatakan, Indonesia akan kehilangan momentum dalam menghentikan laju penyebaran virus.

Akibatnya, lonjakan kasus akan terus terjadi tanpa henti.

Dicky mengingatkan, ketidakdisiplinan dalam mematuhi protokol kesehatan bisa menjadi bumerang bagi kita.

"Ini yang harus disadari. Korbannya adalah bisa di kalangan kita sendiri karena pengabaian dari kita, ketidakdisiplinan dari kita," kata dia.

"Sekali lagi karena virus sudah di mana-mana, maka gerak menghentikannya harus ada di mana. Pembatasan pergerakan juga harus ada di mana-mana. Ini yang penting," ujar Dicky.

Dicky berharap adanya sanksi tegas bagi siapa pun pelanggar aturan PPKM Darurat ini.

Namun, bukankah bangsa yang beradab tak perlu menunggu sanksi untuk patuh dan demi keselamatan bersama?

Mari patuhi aturan, tetap di rumah jika tak ada kepentingan mendesak, dan saling menjaga...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 14 Poin Utama PPKM Darurat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com