Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Politik dan Kekuasaan dalam Keseharian Kita

Kompas.com - 24/06/2021, 09:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLITIK dan kekuasaan (power) menjadi dua sisi mata uang yang saling berdekatan dan tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya juga menyentuh ke aspek-aspek lainnya, seperti ekonomi, sosial, dan budaya.

Oxford Dictionary mendefinisikan politik sebagai upaya mendapatkan dan menggunakan kekuasaan dalam kehidupan publik serta upaya mempengaruhi berbagai keputusan yang berdampak pada suatu negara atau masyarakat.

Sementara kekuasaan (power) merujuk kepada kewenangan yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Max Weber memaknai kekuasaan sebagai sarana bagi seseorang untuk mencapai keinginannya.

Pemikiran serupa juga dikatakan Friedrich Nietzsche bahwa pada dasarnya manusia memiliki hasrat untuk berkuasa, umumnya diperoleh dengan jalan menguasai atau mempengaruhi orang lain.

Dalam konteks perebutan kekuasaan, konflik antarindividu maupun kelompok sangat mungkin terjadi karena menurut Thomas Hobbes manusia secara alamiah bisa menjadi "serigala" bagi sesamanya (homo homini lupus).

Untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, manusia akan melakukan apa pun sekalipun ia harus menyakiti manusia lainnya.

Kekerasan dalam balutan politik dan kekuasaan

Di setiap level kehidupan sosial, kekuasaan sama halnya seperti barang berharga yang diinginkan sekaligus dipertahankan secara mati-matian oleh pemiliknya.

Dalam konteks politik negara misalnya, kita bisa melihat contoh kudeta Angkatan Militer Myanmar atau Tatmadaw yang berupaya menjungkal pemerintahan sah yang terbentuk melalui proses demokratis.

Kudeta militer yang menyebabkan setidaknya lebih dari 400 warga sipil terbunuh ini terjadi karena Tatmadaw sebagai kekuatan militer sekaligus kekuataan politik yang mendominasi struktur pemerintahan berupaya mempertahankan kekuasaannya yang telah langgeng selama kurun waktu 70 tahun pascakolonialisme Myanmar.

Demi menjaga totalitas kekuasaannya, Tatmadaw juga melakukan operasi militer yang bersifat koersif dan penuh teror. Salah satunya adalah pembantaian terhadap kelompok minoritas etnis Rohingya selama kurun waktu satu dekade.

Hal serupa juga pernah terjadi di Indonesia. Kekuatan militeristik Orde Baru mendominasi sistem pemerintahan negara selama kurun waktu 32 tahun yang juga kerap identik dengan beberapa tindakan kekerasan.

Oleh karena itu, sulit rasanya memisahkan kekuasaan dari tindakan merugikan orang lain baik secara fisik maupun moral.

Good and bad politics di lingkungan kerja

Tidak hanya di level negara saja, permainan politik dan perebutan kekuasaan sangat lumrah terjadi di berbagai lingkungan sosial, perusahaan, dan industri apa pun. Salah satunya adalah lingkungan kantor tempat kita bekerja,

Dalam konteks ini, politik di lingkungan kerja dimainkan dalam bentuk yang berbeda-beda namun secara umum tujuannya tetap bermuara pada persoalan kekuasaan dan keuntungan tertentu dalam bisnis atau perusahaan.

Dilansir dari artikel Magdalene (04/29/2021) Direktur Keuangan dan SDM PT BEI, Risa E. Rustam mengatakan bahwa terdapat apa yang disebut sebagai good politics dan bad politics dalam konteks politik di lingkungan kerja.

Bad politics merujuk pada upaya penghalalan segala cara untuk memperoleh tujuan baik secara personal maupun kolektif.

Sedangkan good politics identik dengan good leadership dan kebersamaan dalam mencapai tujuan tertentu.

Pada praktiknya politik dan perebutan kekuasaan memang lumrah ditemukan di lingkungan kerja apa pun, bahkan riset menyebutkan bahwa kecakapan seseorang yang memainkan politik di lingkungan kerja ternyata berdampak positif bagi prospek karirnya.

Terkait dengan ini, sosiolog Erving Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang mengatakan bahwa manusia memainkan peran berbeda.

Jadi, apa yang ditunjukkan oleh individu dalam interaksi sosialnya tidak selalu sama dengan apa yang ia sebenarnya rasakan.

Konsep Goffman ini penting untuk dipahami, terutama untuk membangun kewaspadaan kita supaya tidak terlalu larut dalam pujian dan tidak mudah untuk mempercayakan segala hal, khususnya yang bersifat krusial dan personal kepada orang lain.

Karena bagi mereka yang memainkan bad politics di lingkungan kerja, bukan tidak mungkin segala hal yang dianggap sebagai kelemahan kita akan dimanfaatkan untuk menjatuhkan kita demi menggapai tujuannya.

Hal lain yang perlu kita waspadai adalah sikap iri yang berlebihan. Bagi mereka yang pro-bad politics prestasi orang lain akan dilihat sebagai sebagai ancaman potensial karena umumnya pemilik kekuasaan memiliki ego untuk menjadi yang dominan sehingga segala hal yang berpotensi menyaingi posisinya sah untuk disingkirkan.

Selain itu, kritik juga kerap dianggap sebagai ancaman. Alih-alih melihatnya sebagai masukkan positif untuk memperbaiki kepemimpinannya, kritik sering disalahartikan sebagai bentuk resistensi yang berpotensi menjatuhkan posisinya.

Contohnya adalah sistem pemerintahan otoriter Orde Baru yang bersifat dualistik. Di satu sisi menyerukan demokrasi, tetapi di sisi lain kekuatan militeristik sangat dominan dan segala bentuk kritik kepada pemerintah kerap berujung pada hilangnya nyawa orang.

Dalam gaya kepemimpinan otoriter, yang diinginkan oleh penguasa adalah kepatuhan warganya (docile bodies) terhadap hegemonic power yang sengaja didesain untuk secara manipulatif mendisiplinkan masyarakat, baik secara ideologis maupun koersif.

Dalam konteks kapitalisme Karl Marx menuding para pemuka agama bekerja sama dan berpartisipasi mendukung kepentingan kelompok borjuis yang merugikan masyarakat kelas bawah.

Melalui persuasi ideologis, daya kritis masyarakat kelas bawah ditekan dengan narasi-narasi untuk membangun etos kerja yang sebenarnya hanya menguntungkan kaum borjuis.

Model pendisiplinan dalam pandangan Marx ini banyak ditemui di masyarakat modern. Penguasa umumnya memanfaatkan narasi-narasi besar supaya terkesan memotivasi masyarakat kelas bawah untuk giat bekerja sebagai ibadah.

Oleh Haryatmoko ini disebut sebagai kekerasan simbolik. Kesadaran palsu sengaja disuarakan untuk memotivasi kelas pekerja agar bekerja lebih giat layaknya orang yang ikhlas beribadah. Padahal, secara kesejahteraan ekonomi sangat timpang meskipun mereka sudah bekerja maksimal lebih dari tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan.

Pencapaian kekuasaan dalam Good Politics

Meskipun begitu, politik untuk memperoleh kekuasaan juga bisa dilakukan dengan cara yang positif. Bagi Michel Foucault kekuasaan tidak selalu berarti negatif. Semua tergantung dari tujuan kita berpolitik dan mencari kekuasaan.

Artinya, untuk memperjuangkan hal yang kita anggap baik pun membutuhkan perjuangan, caranya tetap sama, yaitu dengan jalur politik. Yang membedakannya dengan bad politics adalah prinsip dan tujuan positif dari pencapaian kekuasaan itu sendiri.

Dalam melakukan good politics, selain menonjolkan prestasi, jiwa leadership yang baik sangat diperlukan untuk membangun organisasi atau institusi. Antara lain meliputi profesionalitas dalam hal kesejahteraan, penghargaan terhadap kontribusi tiap individu, saling memotivasi satu sama lain, dan membangun kepercayaan secara penuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com