Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Pajak Sembako, Dedi Mulyadi Sebut Fungsi Negara Hilang, Pustek UGM Bilang Warga Miskin Kian Sengsara

Kompas.com - 12/06/2021, 12:49 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah kalangan menolak rencana pemerintah memberlakukan pajak penambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Jika rencana tersebut direalisasikan, banyak bahan pokok yang akan dikenai pajak. Di antaranya beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Jumat (11/6/2021), mengatakan, pihaknya menolak rencana kenaikan pajak penambahan nilai (PPN) bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Menurut Dedi, jika rencana tersebut diimplementasikan, para petani akan semakin terbebani.

"Saya tegaskan menolak pajak untuk bahan pokok produk pertanian. Negara tak boleh ambil untung dari kebutuhan pokok rakyat. Harusnya (negara) melindungi pengadaan dan ketersediaannya," tegas mantan Bupati Purwakarta itu.

Baca juga: Stafsus Menkeu: Wacana PPN Sembako Hanya Bagian Kecil dari RUU KUP yang Dipotong

 

Lanjut Dedi, kalau produk pertanian itu dikenai pajak 12 persen ataupun 5 persen pilihannya, pada akhirnya harga produksi pertanian akan semakin ditekan dan petani akan semakin rugi

Selain merugikan petani, kata Dedi, pemberlakuan pajak tersebut bertentangan dengan fungsi negara yang harus menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan.

Menurut Dedi, komponen bahan pangan itu adalah komponen yang harus dilindungi oleh negara.

Negara, lanjut dia, harus melindungi proses penanaman, pemupukan, hingga panen, karena itu menyangkut ketahanan kehidupan masyarakat.

"Namun, dengan rencana kenaikan pajak itu, maka prinsip-prinsip negara menyediakan pangan sebagai bagian dari fungsi negara melindungi rakyat menjadi hilang," tandas Dedi.

Jika pajak tetap dipaksakan untuk dikenakan, Dedi menganggap negara abai terhadap prinsip-prinsip perlindungan kebutuhan pokok rakyat.

Dedi mengatakan, negara sebenarnya bisa mencari alternatif lain untuk meningkatkan pajak.

Bandingkan dengan negara maju

Penolakan serupa disampaikan Ketua Tim Ahli Pusat Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Catur Sugiyanto.

Menurutnya, pajak sembako akan semakin memberatkan masyarakat yang saat ini sudah terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Sebaiknya sembako todak diberi PPN sampai kapan pun. Carilah sumber pajak lain," tandas Catur, dilansir dari laman UGM.

Catur mengatakan, di negara maju sekalipun, negara tidak pernah menerapkan aturan pemberlakuan pajak pada bahan pokok. Sebab, bahan pokok itu adalah kebutuhan dasar masyarakat dalam memenuhi sumber pangan.

"Negara maju tidak memberlakukan seperti itu," katanya.

Baca juga: Sembako Bakal Kena PPN, Pakar UGM: Ada Alternatif Sumber Pajak Lain

Selain menjadi kebutuhan dasar agar tetap bisa hidup meski dalam kondisi terbatas, pemberlakuan pajak pada situasi pandemi sungguh makin menyengsarakan rakyat miskin.

“Kita itu hidup dari sembako jika dipajaki itu rasanya kurang pas,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com