KOMPAS.com - Warganet dihebohkan dengan sayembara berhadiah Rp 15 juta yang diadakan influencer, Rachel Vennya, untuk mencari identitas seseorang.
Orang tersebut diduga telah melontarkan hinaan dan ujaran kebencian terhadap Rachel Vennya.
Merasa tersinggung, Rachel mengunggah isi pesan pribadi di Instagram dengan orang itu.
Karena unggahan itu viral, orang tersebut langsung meminta maaf. Namun, Rachel menawarkan kepada followers-nya untuk mencari identitas orang yang ia targetkan.
Yang berhasil mendapat data pribadi paling lengkap, maka akan diberi imbalan Rp 15 juta.
dis! “4kU g0fO0d 1n m4KanAN m4u k4K??”???? pic.twitter.com/9bs5q8pIyh
— AREA JULID (@AREAJULID) May 28, 2021
Setelah mendapatkan beragam tanggapan, Rachel menyatakan telah menutup sayembara untuk mencari identitas orang tersebut.
Baca juga: Ramai soal Kasus Eiger dan Mengenal Apa Itu Doxing...
Bolehkah hal ini dilakukan?
Kepala Divisi Keamanan Digital SAFEnet, Abul Hasan Banimal berpendapat, apa yang dilakukan Rachel Vennya belum bisa disebut sebagai doxing, tetapi memang mengarah ke sana.
Mengarah pada doxing karena sejauh ini Rachel belum benar-benar menyebarkan identitas pribadi orang yang dimaksud ke publik.
"Jadi doxing itu sendiri kan data pribadi orang lain, yang kemudian dia sebarkan. Dia (Rachel Vennya), sepanjang sepengetahuan saya, belum membuka data pribadi targetnya," ujar Banimal, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (31/5/2021).
Doxing sendiri merupakan akronim dari dropping documents, yang artinya tindakan peretas dalam mengumpulkan informasi pribadi. Istilah ini populer sekitar satu dekade lalu.
Informasi yang dimaksud bisa berupa alamat, nomor identitas, dan data pribadi penting lainnya.
Baca juga: AJI Jakarta Desak Kepolisian Usut Doxing terhadap Jurnalis
Bahkan, pada 2020, jumlah kasus doxing meningkat dua kali lipat.
Jenis doxing yang paling umum di Indonesia adalah delegitimasi doxing, yaitu serangan doxing dengan membagikan informasi pribadi untuk menghancurkan kredibilitas, reputasi atau karakter korban.