KOMPAS.com - Kerusuhan Mei 1998 merupakan salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia.
Kerusuhan itu dipicu oleh penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta Barat hingga mereka meninggal dunia.
Berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), sekitar 1.000 orang tewas dalam kerusuhan Mei 1998 di Jakarta pada bulan itu.
Berikut kisah-kisah pilu dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang dihimpun Kompas.com.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 melebar hingga terjadi aksi penjarahan. Salah seorang saksi mata, Wawan (nama samaran) mengungkapkan saat kejadian, masih duduk di kelas dua SMA. Kala itu, ia melihat toko-toko dijarah, salah satunya toko elektronik di kawasan Jembatan Lima.
"Saya masuk ke sebuah toko di daerah Jembatan Lima. Biasanya toko ini penuh barang elektronik. Hari itu ludes, kosong melompong," kenang Wawan.
Baca juga: Rusuh Mei 1998 di Jakarta: Warga Beringas Jarah Toko, Aparat Turun dari Helikopter Tembaki Penjarah
Saat kerusuhan Mei 1998 terjadi, situasi di Jakarta sangat mencekam. Saat massa beringas menjarah toko, sang pemilik mencari tempat perlindungan.
"Pemiliknya bersembunyi mengunci diri beserta keluarganya di lantai dua," kata Wawan.
Wawan mengungkapkan, aparat bertindak brutal saat mencoba mengendalikan keamanan. Mereka menembaki para perusuh dan penjarah. Rentetan tembakan tersebut berasal dari helikopter.
"Pas di Jembatan Lima lagi banyak penjarah. Ada helikopter endekat. Nah, lalu keluar tuh orang-orang berseragam hitam (aparat keamanan) dengan menenteng senapan, meluncur pakai tali dari helikopter ke bawah, massa langsung bubar," jelas Wawan.
Temuan TGPF menyebutkan, dalam kerusuhan Mei 1998, terjadi aksi pemerkosaan. Berdasarkan hasil pengumpulan dan verifikasi data, sebanyak 52 orang menjadi korban pemerkosaan. Selain itu, 14 orang koran pemerkosaan dengan penganiayaan; 10 korban penyerangan seksual; dan 9 korban pelecehan seksual.
Sementara Tim Relawan Kemanusiaan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan (TRKP) sebagaimana dilansir Kompas.com (20/5/2020), perempuan yang diperkosa dalam kerusuhan berdarah itu mencapai 53 orang. Sebagian besar di Jakarta dan sisanya di Palembang, Medan, Solo dan Surabaya.
Komisioner Komnas Perempuan Periode 1998-2006, Ita Fatia Nadia mengatakan, saat itu ia tergabung dalam Yayasan Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan dan mengaku mendapat laporan kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Sebagian korban adalah etnis Tionghoa.
Baca juga: Kekerasan terhadap Perempuan, Peristiwa yang Terlupakan Saat Tragedi Mei 1998
Pukul 15.00 WIB, Ita mendapat telepon laporan pemeriksaan tehadap perempuan etnsi Tionghoa di sebuah apartemen di Jakarta Utara.
Lalu pada pukul 17.00 WIB, ia juga kembali menerima laporan via telepon bahwa ada kasus pemerkosaan di Jembatan 2, Jembatan 3, dan Jembatan 4.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.