Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentar Negatif ke KRI Nanggala-402, Psikolog: Tak Ada Empati

Kompas.com - 26/04/2021, 18:27 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

"Dia (para prajurit yang gugur) explore untuk menjaga kedaulatan laut Indonesia. Kita enggak mau di posisi itu, mereka mau. Jadi kalau kita enggak mau tukar tempat, seyogyanya kita juga menghormati risiko pekerjaan yang mereka pegang," papar Tika.

Menurutnya, jika seseorang tidak merasa begitu terpukul atas peristiwa ini, mereka cukup tidak menuliskan apa pun.

Bisa juga cukup menunjukkan simpati sekadarnya, seperti ucapan duka cita.

"Sementara (tuliskan) innalillahi wa innailaihi rojiun biasa aja sudah cukup kok," sebut Tika.

Tidak perlu sampai menuliskan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi yang ada.

Hal ini justru menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki simpati juga empati atas musibah yang terjadi.

Baca juga: Profil Letkol Laut Heri Oktavian, Komandan KRI Nanggala-402

Pelaku relatif muda

Terkait pelaku yang kebanyakan masih muda, Tika menyebut rentang usia ini memang masih rentan terhadap pengaruh lingkungan luar.

"Anak usia muda ini gampang banget di-swing sana swing sini, apalagi prinsip yang mereka pegang itu lemah. Jadi manusia yang berprinsip lemah itu gampang banget di-brain wash (untuk melakukan hal-hal yang bertentangan)," papar dia.

Lalu, ada pula musuh negara yang memang dalam artian kelompok-kelompok radikal penentang NKRI, atau kelompok politik aliran tertentu yang tidak senang dengan konsep NKRI.

Situasi kemarin, menjadi bahan segar bagi mereka untuk menunjukkan eksistensi dan mengukuhkan nilai yang dipegang.

"Peristiwa-peristiwa seperti ini lah yang akan mereka pakai untuk mendiskreditkan kepatriotisan mereka (prajurit TNI yang merupakan bagian dari Negara), mendiskreditkan unsur kepahlawanan mereka, mendiskreditkan penghormatan kepada mereka, (yang memberi penghormatan) malah dianggap alay," ujar Tika.

Secara psikologis, ia menyebut hal semacam ini menjadi proses pelemahan identitas TNI.

"Tuh TNI saja lemah, berarti butuh yang lebih kuat. Walaupun itu kecelakaan, mereka akan membungkusnya bukan kecelakaan, alutsista yang lemah, uang yang begini. Mereka (pelaku) jika diajak berempati ke keluarganya, bagi mereka keluarga sama bersalahnya dengan yang menjadi TNI," ujar dia.

Baca juga: 5 Fakta Penemuan KRI Nanggala-402: Kapal Terbelah Tiga, 53 Awak Gugur

Berlindung di balik anonimitas

Terakhir, Tika menjelaskan para pelaku yang berkoar di media sosial penakut, karena hanya berlindung dibalik anonimitas media sosial.

Hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat luas adalah melawannya.

Misalnya dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib.

Alasannya, pelaku memiliki kecenderungan akan kehilangan aroganitasnya apabila sudah tertangkap dan diketahui identitas aslinya di dunia nyata, bukan dunia maya.

Terkait hal ini, Tika berpesan agar kita sebagai manusia sebisa mungkin menjadi pribadi yang cukup baik bagi sesama.

"Kalau kita belum bisa menjadi baik di mata Allah SWT, setidaknya kita bisa cukup baik kepada orang lain," pungkas dia.

Baca juga: KRI Nanggala-402 On Eternal Patrol, Selamat Jalan Para Patriot...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar 10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Mana Saja?

Daftar 10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Mana Saja?

Tren
Potensi Khasiat Buah Delima untuk Kesehatan Kulit, Salah Satunya Mengatasi Jerawat

Potensi Khasiat Buah Delima untuk Kesehatan Kulit, Salah Satunya Mengatasi Jerawat

Tren
Erupsi Gunung Ruang Berpotensi Ganggu Penerbangan di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara

Erupsi Gunung Ruang Berpotensi Ganggu Penerbangan di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara

Tren
Ratusan Kerbau di OKI Mati Terkena Penyakit Ngorok, Apa Itu?

Ratusan Kerbau di OKI Mati Terkena Penyakit Ngorok, Apa Itu?

Tren
Kronologi Dua Pengunjung Ragunan Tertimpa Dahan Pohon, Korban Dilarikan ke Rumah Sakit

Kronologi Dua Pengunjung Ragunan Tertimpa Dahan Pohon, Korban Dilarikan ke Rumah Sakit

Tren
5 Fakta Pengemudi Fortuner Arogan Ditangkap, Ternyata Adik Pensiunan TNI

5 Fakta Pengemudi Fortuner Arogan Ditangkap, Ternyata Adik Pensiunan TNI

Tren
Dubai Banjir, KJRI Berikan Bantuan ke WNI yang Terjebak di Bandara

Dubai Banjir, KJRI Berikan Bantuan ke WNI yang Terjebak di Bandara

Tren
Rincian Harga Paket Layanan eSIM XL, Paling Murah Rp 40.000

Rincian Harga Paket Layanan eSIM XL, Paling Murah Rp 40.000

Tren
Warganet Soroti Persyaratan Rekrutmen PT KAI, Disebut Pakai Standar Tinggi

Warganet Soroti Persyaratan Rekrutmen PT KAI, Disebut Pakai Standar Tinggi

Tren
OJK Terbitkan Daftar 537 Pinjol Ilegal per 31 Maret 2024, Berikut Rinciannya

OJK Terbitkan Daftar 537 Pinjol Ilegal per 31 Maret 2024, Berikut Rinciannya

Tren
Perempuan Brasil Bawa Mayat dengan Kursi Roda ke Bank untuk Buat Pinjaman

Perempuan Brasil Bawa Mayat dengan Kursi Roda ke Bank untuk Buat Pinjaman

Tren
KAI Buka Rekrutmen Program Management Trainee 2024, Ini Syarat, Kriteria Pelamar, dan Tahapannya

KAI Buka Rekrutmen Program Management Trainee 2024, Ini Syarat, Kriteria Pelamar, dan Tahapannya

Tren
Kata Media Asing soal Gunung Ruang Meletus, Soroti Potensi Tsunami

Kata Media Asing soal Gunung Ruang Meletus, Soroti Potensi Tsunami

Tren
Dekan FEB Unas Diduga Catut Nama Dosen Malaysia di Jurnal Ilmiah, Kampus Buka Suara

Dekan FEB Unas Diduga Catut Nama Dosen Malaysia di Jurnal Ilmiah, Kampus Buka Suara

Tren
Apakah Info Penghasilan di Laman SSCASN Hanya Gaji Pokok? Ini Kata BKN

Apakah Info Penghasilan di Laman SSCASN Hanya Gaji Pokok? Ini Kata BKN

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com