"Dia (para prajurit yang gugur) explore untuk menjaga kedaulatan laut Indonesia. Kita enggak mau di posisi itu, mereka mau. Jadi kalau kita enggak mau tukar tempat, seyogyanya kita juga menghormati risiko pekerjaan yang mereka pegang," papar Tika.
Menurutnya, jika seseorang tidak merasa begitu terpukul atas peristiwa ini, mereka cukup tidak menuliskan apa pun.
Bisa juga cukup menunjukkan simpati sekadarnya, seperti ucapan duka cita.
"Sementara (tuliskan) innalillahi wa innailaihi rojiun biasa aja sudah cukup kok," sebut Tika.
Tidak perlu sampai menuliskan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi yang ada.
Hal ini justru menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki simpati juga empati atas musibah yang terjadi.
Baca juga: Profil Letkol Laut Heri Oktavian, Komandan KRI Nanggala-402
Terkait pelaku yang kebanyakan masih muda, Tika menyebut rentang usia ini memang masih rentan terhadap pengaruh lingkungan luar.
"Anak usia muda ini gampang banget di-swing sana swing sini, apalagi prinsip yang mereka pegang itu lemah. Jadi manusia yang berprinsip lemah itu gampang banget di-brain wash (untuk melakukan hal-hal yang bertentangan)," papar dia.
Lalu, ada pula musuh negara yang memang dalam artian kelompok-kelompok radikal penentang NKRI, atau kelompok politik aliran tertentu yang tidak senang dengan konsep NKRI.
Situasi kemarin, menjadi bahan segar bagi mereka untuk menunjukkan eksistensi dan mengukuhkan nilai yang dipegang.
"Peristiwa-peristiwa seperti ini lah yang akan mereka pakai untuk mendiskreditkan kepatriotisan mereka (prajurit TNI yang merupakan bagian dari Negara), mendiskreditkan unsur kepahlawanan mereka, mendiskreditkan penghormatan kepada mereka, (yang memberi penghormatan) malah dianggap alay," ujar Tika.
Secara psikologis, ia menyebut hal semacam ini menjadi proses pelemahan identitas TNI.
"Tuh TNI saja lemah, berarti butuh yang lebih kuat. Walaupun itu kecelakaan, mereka akan membungkusnya bukan kecelakaan, alutsista yang lemah, uang yang begini. Mereka (pelaku) jika diajak berempati ke keluarganya, bagi mereka keluarga sama bersalahnya dengan yang menjadi TNI," ujar dia.
Baca juga: 5 Fakta Penemuan KRI Nanggala-402: Kapal Terbelah Tiga, 53 Awak Gugur
Terakhir, Tika menjelaskan para pelaku yang berkoar di media sosial penakut, karena hanya berlindung dibalik anonimitas media sosial.
Hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat luas adalah melawannya.
Misalnya dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Alasannya, pelaku memiliki kecenderungan akan kehilangan aroganitasnya apabila sudah tertangkap dan diketahui identitas aslinya di dunia nyata, bukan dunia maya.
Terkait hal ini, Tika berpesan agar kita sebagai manusia sebisa mungkin menjadi pribadi yang cukup baik bagi sesama.
"Kalau kita belum bisa menjadi baik di mata Allah SWT, setidaknya kita bisa cukup baik kepada orang lain," pungkas dia.
Baca juga: KRI Nanggala-402 On Eternal Patrol, Selamat Jalan Para Patriot...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.