Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.
Anggaran Rp 20,9 triliun merupakan usulan anggaran dari Menkes Budi Gunadi Sadikin ke Kementerian Keuangan untuk pembelian vaksin Sinovac.
Mengutip Kompas.com, 9 Desember 2020, untuk membeli 3 juta dosis vaksin Sinovac pada tahun 2020, pemerintah membelanjakan anggaran sebesar Rp 637,3 miliar.
Sebanyak 3 juta dosis vaksin tersebut diberikan kepada tenaga kesehatan di 34 provinsi di Indonesia, yang merupakan prioritas pertama dalam program vaksinasi Covid-19 nasional.
2. Klaim vaksin Sinovac ilegal tak bersertifikat WHO
Dalam pemberitaan Kompas.com, Sabtu (10/4/2021) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, salah satu syarat untuk mengikuti ibadah umrah adalah sudah disuntik vaksin Covid-19 yang bersertifikat WHO.
Namun, vaksin Sinovac belum memiliki sertifikat tersebut. Padahal, seperti diketahui, vaksin ini paling banyak diberikan kepada masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Jumat (9/4/2021), Yaqut menyebutkan kemungkinan sertifikasi Sinovac masih dalam proses.
"Kalau belum itu bukan berarti tidak, pasti ada proses yang sedang dilakukan agar Sinovac ini bisa teregister oleh WHO," katanya.
Potongan berita tersebut kemudian digunakan untuk membangun klaim bahwa vaksin Covid-19 buatan Sinovac adalah vaksin ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO.
Mengenai klaim tersebut, Jubir Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi memberikan penjelasan.
Nadia mengatakan, WHO tidak mengeluarkan sertifikat untuk vaksin Covid-19, melainkan Emergency Use Listing (EUL) yang sifatnya sama dengan Emergency Use Authorization (EUA).
"Ini bukan sertifikat WHO. WHO tidak ada sertifikat tapi yang disebut EUL, ini adalah proses izin di dalam WHO kalau sebuah vaksin akan digunakan WHO," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/4/2021).
"Jadi (EUL) seperti proses EUA dalam negara. Banyak negara juga menggunakan vaksin yang belum mendapatkan EUL karena proses di WHO sendiri yang sampai saat ini baru 2 vaksin yang sudah keluar EUL," kata Nadia melanjutkan.
Sejauh ini, baru ada dua vaksin yang mendapatkan EUL dari WHO, yaitu vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNtech serta AstraZeneca-Oxford.
Nadia mengatakan, banyak negara di dunia menggunakan vaksin yang belum mendapatkan EUL dari WHO.