Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Pesona Kerlap-Kerlip Kunang-kunang

Kompas.com - 16/04/2021, 09:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KUNANG-kunang memiliki pesona keajaiban tersendiri baik secara biologis, ekologis mau pun sastra-musikalis.

Biologis

Secara biologis, kunang-kunang memiliki sifat istimewa yaitu dari dalam tubuhnya sendiri mampu mengeluarkan sinar cahaya ultra-violet dan infra-merah bukan panas tetapi sejuk sampai seperdelapanpuluhribu (1/80.000) panas api sebuah lilin.

Kunang-kunang adalah mahluk bersayap tergolong Lamprydae sebagai keluarga serangga ordo Coleoptera.

Panjang tubuh kunang-kunang bisa sampai 2,5 sentimeter. Diduga lebih dari 2000 jenis kunang-kunang tersebar di berbagai pelosok planet bumi terutama di kawasan tropis dan sub-tropis.

Daya mengeluarkan cahaya dari dalam tubuh hidup disebut sebagai bioluminenscence sementara organ pemancar cahaya berada di bawah abdomen merupakan perpaduan enzyme dengan luciferase mengoksidasi lemak luciferin penghasil cahaya.

Bahkan larva kunang-kunang juga bersinar. Apabila tubuh kunang-kunang (maaf) dihancurkan maka zat kimia yang mengandung phosporus secara mandiri masih mampu mengaluarkan sinar cahaya sampai batas waktu tertentu.

Suatu fenomena yang tentu menarik perhatian para pemercaya kehidupan setelah kematian akibat bisa dianggap sebagai fakta saintifik yang membenarkan kepercayaan mereka.

Kunang-kunang mendayagunakan cahaya sebagai bahasa mencari pasangan untuk berkembang biak meski ada pula betina Photuris menggunakan cahaya untuk memikat kunang-kunang jantan untuk dimangsa lalu dimakan.

Ekologis

Secara ekologis, kunang-kunang memiliki makna tersendiri terhadap alam di planet bumi ini. Saya masih ingat bahwa di masa kanak-kanak saya sering melihat kunang-kunang.

Namun kini saya nyaris hampir tidak pernah melihat kunang-kunang di kawasan urban baik di Indonesia mau pun di mancaneragara. Seolah kunang-kunang menjadi jenis satwa yang hanya dikenang sebab sudah nyaris punah di planet bumi ini.

Pengalaman yang sama juga dialami mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi yang di masa kanak-kanak kerap duduk di tepi sawah sambil menikmati keindahan cahaya kunang-kunang berterbangan ke sana kemari.

Tampaknya memang telah terjadi perubahan drastis terhadap planet bumi mau pun angkasa luar yang secara langsung mau pun tidak langsung mengurangi kuantitas mau pun kualitas berbagai jenis mahluk hidup di planet bumi.

Karena kunang-kunang memilih lingkungan hidup dengan udara bersih maka kini kunang-kunang hanya hadir di kawasan yang belum tersentuh peradaban industri seperti misalnya di Gua Waimoto, Selandia Baru atau Great Smoky Mountains National Park di Tenesse, Amerika Serikat.

Sementara penangkaran kunang-kunang menjadi destinasi wisata alam di desa Taro, Tegalangang, Kabupaten Gianyar, Bali.

Sastra dan musik

Kunang-kunang sudah merasuk masuk ke dalam sukma bahasa Indonesia sehingga muncul istilah metaforikal semisal mataku berkunang-kunang atau kunang-kunang malam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com