Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Kpop, antara Hiburan dan Imperialisme Budaya

Kompas.com - 29/03/2021, 09:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRODUK hiburan Korea Selatan semakin digandrungi masyarakat Indonesia, mulai dari film, musik Kpop hingga drama Korea, atau yang sering disebut sebagai Drakor.

The World of the Married, Crash Landing on You, Itaewon Class, serta It’s OK to Not Be OK adalah beberapa dari sederet judul drama Korea yang paling banyak ditonton sepanjang tahun 2020 (Kompas, 31/12/2020).

Di tahun 2021, sejumlah judul Drakor seperti The Penthouse 2, Vincenzo, River and the Moon Rises serta beberapa judul lainnya sempat menjadi trending topic di beberapa platform media sosial, khususnya di twitter.

Popularitas Drakor di Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi, terutama di kalangan generasi milenial dan kelompok ibu rumah tangga dengan demografi penonton rentang usia 20 hingg 49 tahun.

Alasannya sederhana, selain suguhan cerita romantis yang diperankan aktor tampan dan aktris cantik, episode Drakor bisa dibilang tidak terlalu panjang sehingga membuat penonton tidak merasa bosan dan terpuaskan.

Selain itu, umumnya ceritanya juga sederhana dan dekat dengan keseharian, misalnya kisah seorang pria tampan yang memperjuangkan cintanya dengan perempuan miskin dibungkus dengan sentuhan cerita yang romantis, memilukan, dan kebanyakan berakhir bahagia.

Selain itu, peran platfom media sosial serta tayangan digital resmi seperti Netflix, Iflix, Vidio, Viki, juga memudahkan khalayak untuk mengakses dan menikmati drama Korea.

Gelombang Korea (Korean wave) di negara-negara Asia

Yang (2012) dalam The Korean Wave (Hallyu) in East Asia: A Comparison of Chinese, Japanese, and Taiwanese Audiences Who watch Korean TV Dramas mengatakan bahwa produk budaya populer Korea menyebar ke beberapa negara-negara Asia seperti China, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, Malaysia, hingga Indonesia sejak pertengahan 1990an.

Ada tiga produk hiburan unggulan yang menjadi komoditas industri hiburan Korea Selatan yaitu film, drama televisi (Kdrama), dan musik pop (Kpop). Di antara ketiganya, drama televisi yang paling laris dan banyak digemari oleh masyarakat di Asia.

Dari situ, muncullah istilah Hallyu atau Korean wave (gelombang Korea) yang merujuk pada popularitas produk budaya populer Korea Selatan sebagai kekuatan besar di banyak negara Asia, mulai dari film, drama, musik, iklan, makanan, produk kecantikan, hingga fashion.

Di Indonesia, kemunculan Kdrama dapat ditelusuri pada kisaran 2002, Endless Love (Autumn in My Heart) dan Winter Sonata adalah dua judul yang disiarkan oleh stasiun TV swasta dan digemari oleh masyarakat Indonesia.

Kedua film tersebut sekaligus mengawali masuknya fenomena Hallyu di Indonesia yang diikuti dengan munculnya sederet judul Kdrama dan berbagai produk populer Korea Selatan lainnya hingga sekarang.

Ragam produk Korea Selatan lainnya yang cukup banyak diminati masyarakat kita, khususnya generasi milenial, adalah Kpop yang ditandai dengan suksesnya pagelaran konser boyband dan girlband di Indonesia seperti Super Junior, Bigbang, Blackpink, dan lain-lain.

Pop culture: Imperalisme budaya di Indonesia?

Adalah globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan interaksi lintas negara dan meleburkan batas-batas geografis dan kultural, sehingga berbagai kepentingan ideologi, ekonomi, politik, dan budaya saling bertukar secara kompleks dan kompetitif.

Dalam konteks budaya populer Korea Selatan, Astuti (2012) menyatakan bahwa popularitas Kpop di kalangan remaja kota terjadi akibat dari kemudahan mengakses internet. Hal yang sama juga membuat kebudayaan pop dari negara lain seperti Perancis, Jepang, Arab, Inggris diminati oleh masyarakat kita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com