Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Pentingnya Pendekatan Budaya dalam Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Kompas.com - 13/03/2021, 11:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMASUKI tahun 2021 virus Covid-19 masih merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Setahun lebih sudah pandemi ini terjadi, namun kasus positif dan angka kematian masih terus saja bertambah.

Dilansir dari Worldometers, Kamis (11/3/2021), secara global terdapat setidaknya 188.607. 029 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 2.630.898 dan sekitar 94.221.177 orang telah dinyatakan sembuh.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, Jumat (12/3/2021), terdapat penambahan sekitar 6.412 kasus baru. Jumlah kasus total terkonfirmasi positif sebanyak 1.410.134 orang dengan total kasus sembuh sebanyak 1.231.454 dan angka kematian sebesar 38.229 kasus.

Berdasarkan data tersebut, pemerintah dan masyarakat masih harus waspada terhadap penularan virus Covid-19 karena hingga saat ini pandemi ini telah melumpuhkan berbagai sektor penting yang berdampak buruk kepada negara dan masyarakat.

Upaya Preventif 

Selain aktif menyebarkan infomasi kesehatan dan menggalakkan penerapan protokol kesehatan secara ketat, salah satu langkah dan upaya preventif yang dilakukan pemerintah adalah vaksinasi nasional untuk memutus mata rantai penularan virus ini.

Hingga saat ini, pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengambil langkah kerja sama dengan lima negara yang menyediakan vaksin Covid-19 antara lain Korea Selatan dan India untuk vaksin AstraZeneca, Jerman untuk vaksin Pfizer, Amerika untuk vaksin Novavax, dan Cina untuk vaksin Sinovac.

Vaksinasi pun dilakukan secara bertahap sejak Februari 2021 lalu hingga saat ini dengan sasaran kelompok prioritas penerima vaksin yang merujuk pada peta jalan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), dan didukung dengan kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional.

Dilansir dari https://www.kemkes.go.id hingga 12 Maret 2021, secara akumulatif sejumlah 3.769.174 orang telah divaksin dosis pertama dan 1.339.362 orang telah divaksin dosis kedua, adapun kelompok prioritas masyarakat yang telah divaksin meliputi SDM Kesehatan, petugas publik, dan lansia.

Cakupan vaksinasi hingga saat ini telah mancapai 9,34 persen pada tahap 1 dan 3,32 persen pada tahap 2 dari total target sasaran vaksinasi sebanyak 40.349.051 orang.

Status SDM Kesehatan yang telah divaksin pada tahap 1 sebesar 95,64 persen dan 78,54 persen pada tahap 2.

Sementara itu dua kelompok prioritas berikutnya telah melakukan vaksinasi tahap 1, antara lain petugas publik (10,50 persen) dan (2,53 persen).

Kendala Vaksinasi 

Meskipun vaksinasi Covid-19 secara nasional telah mulai dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu langkah efektif memutus rantai penularan virus, sosialisasi vaksin tidak selalu berjalan mulus dan masih mengalami kendala.

Kesiapan masyarakat yang siap untuk divaksin belum mencapai 70 persen dari populasi keseluruhan yang diperlukan untuk mendapatkan herd immunity. Lembaga Survey Indikator Politik Indonesia (IPI) merilis data bahwa sekitar 41 persen masyarakat enggan divaksinasi.

Penolakan tersebut terjadi karena beberapa alasan tertentu, antara lain perihal keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19, berkembangnya dugaan atas tidak halalnya vaksin, terutama jenis Sinovac, adalah karena kandungan Vero cell dari ginjal Kera Hijau Afrika yang dianggap tidak aman dan haram bagi manusia.

Kendala berikutnya adalah aanggapan bahwa vaksin Covid-19 yang akan diberikan secara massal adalah program vaksinasi yang hanya ditujukan untuk uji klinis semata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com