Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dinda Lisna Amilia
Dosen

Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya.

Tentang Perempuan yang Dipandang Lemah...

Kompas.com - 08/03/2021, 08:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEORANG sahabat mengatakan pada saya bahwa fokusnya dalam mencari suami adalah harus yang lebih muda. Alasannya, harapan hidup laki-laki lebih pendek dari perempuan.

Meski hidup mati di tangan Tuhan, teman saya mencoba memperhitungkan segala kemungkinan di masa depannya. Sebab penasaran, saya pun mencari penjelasan ilmiahnya.

Berdasarkan data dari WHO, usia hidup perempuan rata-rata 6-8 tahun lebih lama dari laki-laki. Data ini lebih relevan dalam konteks negara maju.

Sebab di negara berkembang, khususnya negara-negara Asia, keistimewaan ini kurang valid karena diskriminasi berbasis gender menyebabkan rendahnya harapan perempuan saat lahir.

Padahal, bayi perempuan yang baru lahir lebih mungkin bertahan hingga usia pertama mereka daripada bayi laki-laki yang baru lahir. Keuntungan ini terus berlanjut sepanjang hidup, bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat kematian yang lebih rendah di semua usia.

Lalu apa yang membuat usia perempuan lebih panjang umur daripada laki-laki?

Teori

Ada beberapa teori yang menjelaskan hal itu. Hasil penelitian dari University of Bath, Inggris (2020) mengelaborasi beberapa penyebabnya. Perempuan memiliki dua kromosom X, sedangkan pria hanya memiliki satu (sebagai gantinya, laki-laki memiliki kromosom Y).

Selain itu, hormon estrogen, yang secara alami dimiliki perempuan lebih banyak daripada laki-laki, juga memiliki fungsi pelindung sebagai antioksidan.

Keuntungan-keuntungan tersebut belum termasuk hasil-hasil riset lain yang mengatakan bahwa perempuan mempunyai kecenderungan gaya hidup yang lebih baik daripada laki-laki.

Kebiasaan merokok dan minum alkohol mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mempersingkat harapan hidup laki-laki (Sorlin:2011).

Fakta ini pun juga berlaku untuk sebagian binatang yang hidup di alam liar, bahwa mamalia betina hidup lebih lama daripada jantan. Perbedaan ini sebagian besar dibentuk oleh interaksi kompleks antara kondisi lingkungan lokal dan reproduksi spesifik jenis kelamin (Lemaître et al: 2020).

Namun bukan mengenai kenyataan mamalia betina ini yang menjadi fokus pembahasan kita. Di negara patriarki seperti Indonesia, sedari kecil banyak yang dibiasakan dengan pola pikir bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah, yang kebahagiaannya bergantung pada orang lain, atau bahkan pada laki-laki.

Disadari atau tidak, pokok pikiran ini adalah boomerang bagi perempuan itu sendiri. Lingkungan yang membentuk pikiran tersebut memenjarakan potensi dan kebebasan yang dimiliki oleh para perempuan.

Nahasnya, memang tidak semua kalangan perempuan di Indonesia cukup beruntung untuk bisa terpapar dengan lingkungan yang memerdekakan. Bila terjebak dalam situasi runyam seperti pelecehan seksual, KDRT, atau lainnya, tentu masih ada mereka yang tersekap dalam pikirannya bahwa semua itu terjadi karena tidak ada pilihan.

Semua orang selalu punya pilihan, para perempuan sekalipun. Tinggal kita menyadari atau tidak bahwa pilihan itu selalu ada. Dengan segala kekuatannya, tentu saja pada satu titik perempuan bisa merasa dirinya lemah. Hal tersebut manusiawi karena laki-laki pun juga seperti itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com