Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Sering Begadang dan Tidur Lama di Siang Hari

Kompas.com - 04/03/2021, 09:39 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat bekerja dalam pekerjaan dengan shift malam, seseorang harus terjaga penuh di waktu malam, di mana orang-orang umumnya sudah beristirahat.

Mengacaukan jam tubuh Anda merupakan tindakan yang berbahaya, bahkan membuat Anda sakit dan menurunnya imunitas tubuh.

Diketahui, pengatur waktu fungsi tubuh disebut sebagai "jam sirkadian".

Kemampuan bawah sadar ini berfungsi untuk mengatur siklus siang-malam dan memandu pola makan, hormon, pola tidur, dan suhu tubuh seseorang.

Baca juga: Mengapa Lagu Pengantar Tidur Sering Dinyanyikan untuk Menidurkan Bayi?

Lantas, bagaimana dengan orang siklus tubuhnya kacau?

Dilansir dari Medical Xpress (2/10/2017), tiga ilmuwan AS meraih Nobel Kedokteran karena mereka mampu mengungkapkan dasar-dasar kerja "jam sirkadian".

Ketiganya mengidentifikasi gen yang mengatur jam, dan mekanisme yang digunakan cahaya untuk menyinkronkannya.

Seorang profesor ilmu saraf sirkadian di Universitas Oxford, Russel Foster, mengatakan bahwa contoh umum kasus kacaunya kebutuhan tidur yang didorong oleh sirkadian yakni pekerja malam.

Baca juga: Profil Tiga Ilmuwan Penyabet Nobel Kedokteran 2020

Menyebabkan kanker

Menurutnya, orang yang aktif bekerja pada malam hari cenderung mengatur alarm, seperti perawat atau buruh pabrik.

Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi serius, mulai dari perilaku impulsif hingga kondisi yang mengancam jiwa seperti obesitas dan kanker.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gangguan sirkadian berpotensi menyebabkan kanker.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Kak Seto, Berikut Gejala, Penyebab, hingga Pencegahan Kanker Prostat

Masalahnya adalah, tubuh manusia tidak pernah benar-benar beradaptasi untuk bekerja di luar siklus normal bekerja di siang hari, dan tidur di malam hari.

Sementara, jam biologis pekerja shift ditentukan oleh terbit dan terbenamnya matahari, misalnya shift pagi dan shift malam.

"Tidak ada obat di dunia ini yang memungkinkan seseorang untuk mempercepat atau memperlambat jam sirkadian Anda," ujar ahli saraf di lembaga penelitian Inserm Perancis, Claude Gronfier.

Baca juga: Simak, Ini 15 Makanan yang Sebaiknya Dihindari agar Sistem Imun Kuat

Yang terjadi pada tubuh ketika kita terjaga

Saat pekerja memaksakan diri untuk tetap terjaga pada malam hari, hal itu memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol.

Kortisol bekerja untuk menekan sistem kekebalan tubuh dan dalam jangka panjang dapat membuat Anda lebih rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk kanker.

Gaya hidup seperti itu juga membuat seseorang untuk makan di luar waktu normal.

Baca juga: Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Alergi Makanan Tertentu?

Padahal bisa jadi saat itu, metabolisme tubuh mungkin lebih rendah dan kalori lebih diubah menjadi lemak ketimbang dibakar menjadi energi.

"Anda justru meningkatkan detak jantung Anda, meningkatkan tekanan darah dan tingkat insulin Anda pada saat yang tidak biasa Anda lakukan," ujar seroang profesor ilmu saraf di Universitas Manchester, Hugh Piggins.

"Pada dasarnya, tubuhmu belum siap untuk kegiatan seperti itu," lanjut dia.

Baca juga: 8 Makanan dan Minuman yang Dapat Meredakan Radang Tenggorokan

Bahkan gangguan jangka pendek pada jam sirkadian dapat merusak tubuh Anda, seperti jet lag.

Dampaknya bisa berupa interasksi yang jarang dengan dunia, kurangnya empati, pemikiran yang kompleks, atau ingatan yang jelas.

Dalam keadaan seperti itu, orang dapat melakukan hal-hal yang impulsif.

Baca juga: 7 Obat Batuk Alami Terbaik

Penyakit lain yang diakibatkan disfungsi sirkadian

Foster mengungkapkan, disfungsi sirkadian dikaitkan dengan depresi, gangguan bipolar, fungsi kognitif, pembentukan memori, dan bahkan beberapa penyakit neurologis.

Dilansir dari Everyday Health (23/5/2018), sebuah studi yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) menunjukkan, seseorang yang terjaga di malam hari dan tidur di siang hari bahkan hanya selama satu periode 24 jam dapat dengan cepat menyebabkan perubahan pada lebih dari 100 protein dalam darah.

Hal ini juga berpengaruh pada gula darah, fungsi kekebalan, dan metabolisme.

Seorang rekan postdoctoral di departemen fisiologi integratif di Universitas Colorado di Boulder, Christopher Depner PhD, mengungkapkan, perubahan biokimia dalam kadar protein darah ini dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti diabetes, penambahan berat badan, dan bahkan kanker.

Baca juga: Hari Kanker Sedunia dan Sejarah Peringatannya

Penelitian kadar protein dalam darah

Selain itu, Depner dan rekan-rekannya meneliti cara membalik siklus tidur-bangun yang memengaruhi kadar protein dalam darah manusia.

Dalam penelitian ini, dihadiri partisipan penelitian yakni 6 orang pria sehat berusia sekitar 20 tahunan dengan jadwal tidur teratur (rata-rata 8 jam sehari), dan mereka menghabiskan enam hari di Pusat Penelitian di Rumah Sakit Universitas Colorado.

Selama mereka tinggal, para peneliti mengatur dengan ketat makanan, tidur, aktivitas, dan paparan cahaya mereka.

Baca juga: Viral Tempe Kedelai Kuning Lebih Baik dari Tempe Kedelai Putih, Benarkah?

Setelah menghabiskan dua hari pertama mengikuti jadwal tidur dan makan konvensional (di mana mereka tidur di malam hari dan mengonsumsi makanan mereka di siang hari), para pria secara bertahap dialihkan ke simulasi jadwal tidur dan makan shift malam.

Pada hari-hari dengan jadwal yang berubah ini, para pria itu terjaga sepanjang malam dan dibiarkan tidur selama 8 jam di siang hari. Pada hari-hari ini, mereka juga makan di malam hari.

Kemudian, para peneliti mengambil sampel darah dari para pria tersebut setiap empat jam.

Baca juga: Selain Membuat Kulit Lebih Cantik, Ini Manfaat Tempe bagi Kesehatan

Masa percobaan

Mereka menemukan bahwa dari 1.129 protein yang dipelajari, sebanyak 10 persen, atau 129 protein, diubah oleh simulasi shift malam.

Protein yang biasanya lebih lazim di tingkat yang lebih tinggi pada siang hari memuncak pada malam hari, dan sebaliknya.

Namun, hal ini sangat cepat dan besarnya perubahan hanya dalam dua hari masa percobaan.

Adapun protein ini berperan penting dalam mengatur kadar gula darah dan pembakaran kalori saat tidur.

Baca juga: 10 Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari Penderita Diabetes

Salah satu proteinnya adalah glukagon, hormon utama yang menyebabkan hati mengeluarkan glukosa darah dan membantu mengatur kadar gula darah.

Selama fase simulasi-shift malam penelitian, kadar glukagon meningkat pada malam hari dan bukan pada siang hari dan memuncak pada tingkat yang lebih tinggi daripada pada siang hari.

Depner mengungkapkan bahwa hal ini akan menjadi risiko utama diabetes.

Sementara itu, manusia juga peka terhadap cahaya.

Baca juga: Ini Alasan Kunang-kunang Mengeluarkan Cahaya...

Cahaya diketahui memerankan peran penting dalam menjaga sistem sirkadian kita tetap pada jalurnya.

Para peneliti juga mencoba melihat pola protein dalam chata lilin redup tanpa paparan elektronik atau cahata buatan di malam hari,

Ia mengungkapkan, pihaknya masih melihat konsekuensi negatif.

Artinya, meskipun cahaya mungkin menjadi faktor, itu bukan satu-satunya yang mempengaruhi sistem sirkadian tubuh dan proses lain yang dipengaruhinya.

Baca juga: Kenapa Mata Hewan Menyala Saat Malam Hari?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Berakibat TBC? Ini Kata Dokter

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Berakibat TBC? Ini Kata Dokter

Tren
Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Tren
Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Tren
Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Tren
10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

Tren
5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

Tren
Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Tren
PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

Tren
UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Tren
Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Tren
Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Tren
Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com