KOMPAS.com - Baru-baru ini seorang perempuan di Thailand mengaku menemukan benda padat berwarna kekuningan saat berjalan-jalan di pantai.
Benda yang berbau amis itu memiliki berat 6,8 kg. Saat dicoba dibakar, salah satu bagiannya meleleh, tetapi saat suhu kembali turun, benda itu akan kembali mengeras.
Ia meyakini bahwa benda sepanjang 12 inci atau 30 sentimeter itu merupakan muntahan paus atau ambergris.
Baca juga: Begini Bentuk Muntahan Paus Senilai Rp 3,7 Miliar yang Ditemukan Seorang Ibu di Pantai
Apabila benar benda tersebut adalah muntahan paus, itu menjadi keberuntungan baginya karena bisa membuatnya mendapat banyak uang.
Dengan besarnya ukuran yang ditemukan olehnya, muntahan ikan paus atau yang dikenal sebagai ambergris ditaksir bisa mencapai Rp 3,7 miliar.
Hal itu mengingat harga per gram dari ambergris diperkirakan bisa mencapai ribuan dollar AS.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Ambergris dan 5 Fakta tentang Muntahan Paus Sperma
Mengutip Business Today (19/6/2019), benda yang memiliki sifat seperti lilin ini memang memiliki harga yang sangat mahal di pasaran, khususnya di negara-negara teluk.
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga ambergris adalah keberadaannya yang sulit ditemukan.
Ambergris berasal dari usus atau sistem pencernaan paus sperma yang dikeluarkan melalui mulutnya. Satu gram ambergris konon harganya adalah 30 kali harga satu gram perak.
Ambergris terbentuk dari bagian hewan yang keras, seperti paruh cumi-cumi dan zat cairan empedu yang mengikatnya.
Lama-kelamaan campuran untuk itu terus terbentuk di dalam pencernaan paus selama bertahun-tahun sebelum dikeluarkan.
Ada ilmuwan yang berpendapat bahwa ambergris di perut paus bisa membuat usus besar paus terus membesar lima kali lipat dan menyebabkan kematian.
Baca juga: Pemulung Ini Temukan Bongkahan Batu Diduga Muntahan Paus Senilai Rp 9,1 Miliar
Ambergris keluar dari perut paus dalam bentuk bongkahan besar dan kemudian mengapung di lautan.
Nah, saat mengapung di lautan dan terkena sinar matahari, ambergris yang mirip kotoran paus berubah mengeras menjadi seperti batu.
Meskipun berbau amis atau menyerupai bau ikan saat pertama kali diproduksi, muntahan paus akan mengalami perubahan aroma seiring berjalannya waktu. Baunya akan menjadi manis dan berbau khas seperti tanah.
Oleh karena itu, muntahan paus sperma ini banyak dilirik oleh industri yang bergerak di bidang kosmetik dan parfum.
Baca juga: Kasus Muntahan Paus di Bengkulu, Apa dan Mengapa Perlu Dikhawatirkan?
Muntahan paus biasa dijadikan sebagai pengikat aroma pada parfum dan wewangian langka, seperti musk.
Aroma yang sulit dideskripsikan ini berasal dari proses oksidasi dan penggabungan dari berbagai elemen, mulai dari matahari, pasir, udara, garam laut, mineral laut, dan air.
Bau khas ini banyak diinginkan oleh para pakar parfum di dunia.
Pemanfaatan pada produk parfum didukung oleh sifat ambergris yang juga bisa larut dalam beberapa jenis cairan dan minyak tertentu, dengan kecepatan penguapan yang lambat.
Keberadaan ambergris membuat aroma wangi pada parfum dapat bertahan lebih lama.
Selain itu, mengutip Whale Facts, ambergris juga dimanfaatkan sebagai aroma dupa, bahan pewangi dalam cerutu, pengobatan pilek, sakit kepala, melindungi individu dari wabah, dan kegunaan lain, baik bersifat fisik, mental, maupun psikologis.
Baca juga: Nelayan Thailand Ini Beruntung Temukan Bongkah Muntahan Paus Bernilai Lebih dari Rp 45 Miliar
Ambergris diketahui juga bisa ditemukan dari dalam usus paus sperma tersebut, sebelum akhirnya dimuntahkan.
Meski benda ini laku dengan harga yang mahal, perburuan paus sperma untuk mengumpulkan ambergris bersifat ilegal.
Ini dikarenakan paus sperma merupakan salah satu binatang yang masuk daftar dilindungi Undang-Undang Perlindungan Margasatwa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.