Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Setahun Covid-19 dan Membatasi yang Merusak Kehidupan Kita

Kompas.com - 02/03/2021, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAI apa kabarmu? Semoga kabarmu baik.

Bertanya kabar yang sebelumnya terasa seperti basa-basi, karena Covid-19 dan situasi pandemi menjadi punya arti. Mendalam dan membawa banyak konsekuensi.

Ini pelajaran pertama-tama yang saya peroleh karena pandemi. Kesadaran akan diri sendiri dan kesadaran akan apa yang tengah terjadi meningkat. Buat saya, ini kabar baik tentu saja.

Seperti pagi ini, ketika saya menulis, gerimis turun seperti tergesa-gesa. Dalam waktu sekitar 20 menit, gerimis sirna.

Bumi sedang dibasuh dan diberi kesempatan untuk menumbuhkan hal-hal baik yang mengikuti karena air hujan. Kesegaran udara yang muncul setelah gerimis yang tergesa-gesa membuat pagi terasa berbeda.

Kesadaran macam ini mudah mucul karena selama setahun kita terlatih "di rumah saja" sejak 15 maret 2020. Pengalaman dekat dengan diri ini membantu kita mengenali gerak batin juga.

Kita menjadi lebih peka dengan hal-hal yang ada di sekitar karena "di rumah saja". Setidaknya itulah pengalaman saya.

Buat kamu yang bertanya kenapa 2 Maret 2020 dijadikan pijakan peringatan setahun Covid-19 di Indonesia mungkin perlu mengingat apa yang terjadi di tanggal itu.

Sita Tyasutami (kanan) yang merupakan pasien 01 Covid-19 Indonesia, sedangkan Maria Darmaningsih (tengah) adalah pasien 02.Instagram @sitatyasutami Sita Tyasutami (kanan) yang merupakan pasien 01 Covid-19 Indonesia, sedangkan Maria Darmaningsih (tengah) adalah pasien 02.
Senin (2/3/2020) sore, di teras Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan temuan Covid-19 di Indonesia.

Saat itu, keduanya mengumumkan ada pasien 01 dan pasien 02.

Pasien 01 dan 02 diketahun bernama Sita Tyasutami (31) dan Maria Darmaningsih (64). Anak dan ibu yang tinggal di Depok, Jawa Barat. Keduanya dinyatakan positif Covid-19 dan dinyatakan sembuh setelah dua minggu.

Indonesia heboh setelah menanti sekian lama. Kepanikan muncul di mana-mana. Respons atasnya bermacam-macam. Banyak yang berlebihan. Muncul stigma dengan dampak negatif yang terasa sampai sekarang juga.

Di awal-awal, ketakuan dan ketidaktahuan mendorong kita melakukan apa saja sesuai imajinasi kita.

Soal keterangan bagaimana pasien 01 dan 02 terpapar misalnya. Imajinasi Terawan soal bagaimana pasien 01 dan 02 terinfeksi yang berdampak luas kemudian dibantah keduanya.

Terawan menyebut pasien 01 dan 02 terinfeksi teman dekatnya seorang warga negara Jepang yang datang ke Indonesia dan berkunjung ke rumah kedua pasien di Depok.

Warga negara Jepang itu diketahui positif Covid-19 saat meninggalkan Indonesia dan kembali ke Malaysia.   

Menurut pasien 01, dia tidak mengenal warga negara Jepang itu. Imajinasi Terawan digugurkan meskipun akibat buruknya tidak bisa dibendung.

Kemungkinan kontak terjadi saat pasien 01 menjadi host di sebuah acara di kawasan Kemang, Jakarta Selatan di mana warga negara Jepang itu hadir. Pasien 02 terpapar pasien 01 karena tinggal serumah sebagai keluarga.

Sejak awal, kepanikan dan ketidaktahuan yang tidak diakui menimbulkan imajinasi macam-macam. Imajinasi yang diklaim sebagai benar memunculkan stigma berkelanjutan. Terawan yang kemudian diganti punya andil di awal-awal.

Soal stigma ini kemudian memunculkan pengalaman tidak menyenangkan dan membekas sampai sekarang yaitu di-bully. Pasien 02 merasakan hal itu.

Hari ini, 2 Maret 2022, setelah setahun berjalan, kita setidaknya banyak belajar.

Keheningan mengantar pemenuhuan diri.Shutterstock Keheningan mengantar pemenuhuan diri.
Dari ketakutan di awal-awal pandemi yang membuat kita melakukan apa saja karena ketidaktahuan, kita belajar banyak hal dan kemudian bertumbuh. Tidak membuat stigma terhadap pasien salah satu yang kita pelajari.

Secara terinci, beberapa peneliti membagi tiga zona tentang bagaimana kita merespons Covid-19 yaitu zona takut, zona belajar dan zona bertumbuh.

Masing-masing orang tidak harus melalui zona takut, zona belajar dan zona bertumbuh. Bisa lompat-lompat tergantung situasi dan kondisi nyata yang dihadapi.

Namun, setahun berjalan, banyak pelajaran dari rasa takut kita yang membuat kita bertumbuh. Respons kita yang lebih terukur dan tepat belakangan ini adalah cerminan bagaimana kita belajar dan bertumbuh.

Betul, kasus positif Covid-19 tidak surut. Setahun berjalan, berdasarkan data 1 Maret 2020, tercatat 1.341.314 pasien terinfeksi di Indonesia. Kabar baiknya, 1.151.915 pasien dinyatakan sembuh.

Kasus aktif di Indonesia saat ini tercatat 153.074 pasien. Sebanyak 36.325 pasien Covid-19 meniggal dunia. Terdapat 73.434 suspect atau istilah baru untuk pasien dalam pengawasan.

Bersamaan dengan pengalaman kita belajar dari rasa takut dan belajar, kita tengah mencoba mengatasi pandemi dengan vaksinasi. Dunia tengah bersama-sama mengejar kecepatan mengatasi pandemi dengan vaksinasi.

Presiden Joko Widodo saat mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 di Istana Kepresidenan pada Rabu (13/1/2021). Penyuntikan ini sekaligus menandai program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.ISTANA PRESIDEN/AGUS SUPARTO Presiden Joko Widodo saat mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 di Istana Kepresidenan pada Rabu (13/1/2021). Penyuntikan ini sekaligus menandai program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Diawali oleh Presiden Jokowi di halaman Istana Merdeka tempat pengumuman pasien 01 dan 02, vaksinasi dimulai pada 13 Januari 2021. Vaksin gratis untuk masyarakat yang dinyatakan sebulan sebelumnya dinantikan dan disambut gembira.

Karena keterbatasan jumlah vaksin, secara berutur-turut berdasarkan prioritas beberapa kelompok masyarakat sudah divaksin. Tenaga medis, pelayan masyarakat, pedangan pasar, dan wartawan mulai divaksin.

Sabtu (27/2/2021) lalu, saya mendapat undangan untuk vaksinasi ini di Hall Basket Senayan, Jakarta dan saya penuhi.

Rapi, tertib dan cepat. Itu yang saya rasakan. Vaksinasi ribuan orang hari itu berjalan baik. Mulai dari pendaftaran, konfirmasi pendaftaran, uji kesehatan, penyuntikan dan pendataan utuk melihat efek setelah 30 menit berjalan kira-kira dua jam.

Wajah-wajah gembira yang tercermin lewat tatapan mata menyembul di balik masker yang selalu menutup separuh wajah.

Buat saya, vaksinasi massal wartawan juga jadi kesempatan tak terduga bertemu dengan teman-teman lama meskipun sekilas saja. Saling menatap mata secara langsung melegakan setelah setahun tidak bisa bersua.

Kita berharap, vaksinasi berjalan baik dan cepat. Antusiasme dan keinginan bersama membuat keadaan lebih baik semoga menjadi energi baik bersama.

Termasuk tentunya inisiatif vaksin gotong royong yang dimungkinkan pihak swasta dalam koordinasi dengan pemerintah jika vaksin tersedia.

Pedagang Pasar Tanah Abang antre untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 tahap kedua di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi Covid-19 hari ini menyasar kurang lebih 1.500 orang pedagang pasar Tanah Abang dari total 10.000 dosis.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Pedagang Pasar Tanah Abang antre untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 tahap kedua di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi Covid-19 hari ini menyasar kurang lebih 1.500 orang pedagang pasar Tanah Abang dari total 10.000 dosis.
Kecepatan pemberian vaksin perlu diupayakan semua pihak sambil memastikan pemerintah melaksanakan tugasnya untuk melindungi warga yang paling rentan dan tidak terlindungi dengan program vaksin gratisnya.

Oya, minggu lalu ramai dengan kebijakan yang sebelumnya timbul tenggelam selama bertahun-tahun dan direproduksi lagi entah karena alasan apa.

Kebijakan itu adalah rencana pembatasan operasi kendaraan berusia di atas 10 tahun di Jakarta dengan alasan menekan tingkat emisi gas buang. 

Pandemi mungkin membuat kita makin sadar tentang pentingnya kesehatan. Kabar baik tentu saja.

Rencana dengan dasar Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara tengah dikaji.

Rencananya, instruksi itu akan berlaku efektif mulai tahun 2025.

Untuk kualitas udara yang lebih baik, instruksi ini perlu disambut baik meskipun banyak argumentasi yang mencoba mematahkannya.

Situasinya persis seperti keinginan kita membatasi periode atau rentang kiprah politisi misalnya 10 tahun saja. Alasannya sama, agar kualitas politik kita menjadi lebih baik juga.

Kita saksikan, alasan baik itu tidak diterima. Politisi yang nyata-nyata telah merusak kualitas politik kita, kualitas hidup bersama kita selama bertahun-tahun tidak pernah dilarang dan celakanya masih berjaya.

Mereka masih ada sampai sekarang juga setelah 2025. Jika tidak lewat diri mereka, upaya dilakukan lewat anak, keponakan dan cucu kesayangan.  

Instruksi siapa mereka pedulikan? Adakah yang menguji dampak buruk yang telah mereka lakukan?

Salam uji.

Wisnu Nugroho

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pintu Kayu di Film Titanic Dilelang dan Laku Rp 11 Miliar, Apa Spesialnya?

Pintu Kayu di Film Titanic Dilelang dan Laku Rp 11 Miliar, Apa Spesialnya?

Tren
Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung

Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung

Tren
Beredar Kabar Dugaan Calo Tiket Mudik dari Pejabat KAI, Ini Kata KAI

Beredar Kabar Dugaan Calo Tiket Mudik dari Pejabat KAI, Ini Kata KAI

Tren
10 Negara Terkuat di Dunia 2024, Amerika Serikat Masih Kokoh di Puncak

10 Negara Terkuat di Dunia 2024, Amerika Serikat Masih Kokoh di Puncak

Tren
The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

The Simpsons Disebut Sudah Memprediksi Runtuhnya Jembatan Baltimore, Bagaimana Faktanya?

Tren
Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Hindari Minum Kopi Sebelum Naik Pesawat, Ini 3 Alasannya

Tren
7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

7 Daftar Pelanggaran Etik yang Terbukti Dilakukan Anwar Usman

Tren
9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

9 Cara untuk Menyampaikan Rasa Cinta Kepada Kucing Peliharaan

Tren
Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan Penyakit Gagal Ginjal dan Batu Ginjal

Tren
Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Resmi, Indonesia-Singapura Berlakukan Perjanjian Ekstradisi Buronan

Tren
RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

Tren
Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Tren
Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com