Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Warganet Indonesia Bisa Dapat Predikat Paling Tidak Sopan Se-Asia Tenggara?

Kompas.com - 26/02/2021, 19:10 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Berdasarkan pengamatannya, para remaja pengguna internet tersebut tidak menaruh perhatian terlalu besar terhadap isu politik.

"Terus kalau mereka kan banyak sekali yang masuk K-Pop (kultur pop Korea Selatan). Nah di K-Pop itu kan interaksinya internasional, enggak hanya dengan teman-temannya di Indonesia saja, artinya budaya internasional itu kebawa," ujar Fahmi.

"Net-tiquette (kesopanan berinternet) nya kan kebawa. Mungkin anak-anak muda ini lebih banyak terpengaruh budaya luar ya, yang lebih menghargai," kata dia.

Sementara, pada pengguna internet usia dewasa, menurut pengamatan Fahmi, mereka bisa lebih bebas berpendapat karena adanya polarisasi, yang akhirnya mewarnai interaksi antar pengguna media sosial di Indonesia.

"Polarisasi itu bisa karena politik, bisa karena agama, dan biasanya orang kalau sudah merasa benar dengan pendiriannya itu udah bisa ngomong apa pun itu dengan sesama saudaranya, yang berteman pun bisa akhirnya musuh-musuhan," kata Fahmi.

Pengaruh adanya buzzer

Fahmi mengatakan, buzzer memainkan peranan penting membentuk polarisasi di media sosial Indonesia, yang akhirnya membuat orang menjadi "tidak punya hati" ketika muncul atau berinteraksi di media sosial.

"Buzzer, kemudian saling perang tentang hoax, itu adalah keyword-keyword yang langsung muncul ketika kita mendengar media sosial di Indonesia. Bukan entrepreneurship, start-up, Big Data, terus IoT (Internet of Things), itu kan keilmuan tuh," kata Fahmi.

Menurut Fahmi, polarisasi yang tercipta karena adanya buzzer juga mendorong lahirnya budaya akun anonim agar para pemiliknya merasa bebas untuk mengutarakan apa pun.

Dia mengatakan, hal tersebut juga dapat dilihat pada tanggapan yang diberikan oleh warganet Indonesia kepada Microsoft, setelah raksasa teknologi itu merilis laporan DCI terbaru.

"Begitu dia (Microsoft) ngasih komen itu, langsung dihajar rame-rame. Karena sudah dianggap beda. Karena sudah terbiasa sebelumnya," kata Fahmi.

"Jadi kita enggak ada edukasi, literasi, net-tiquette itu enggak ada, yang ada adalah didikan menjadi buzzer. Kita dikasih contoh bagaimana berkomunikasi ala buzzer, ala polarisasi, di mana di situ kita sering bermusuhan," papar dia.

Perundungan online

Salah satu poin dalam laporan DCI terbaru dari Microsoft menyebutkan, 5 dari 10 responden mengaku pernah terlibat perundungan online. Sementara, 19 persen responden mengaku pernah menjadi korban perundungan online.

Riset itu mengungkapkan, generasi millenial menjadi yang terdampak paling parah akibat perundungan online, disusul oleh Generasi Z, Gen X, dan Boomers.

Menanggapi soal fenomena perundungan di dunia maya, Fahmi mensinyalir, hal itu karena ketiadaan edukasi mengenai topik tersebut, yang terintegrasi dengan kurikulum pendidikan formal di Indonesia.

"Saya 10 tahun di Belanda, anak saya kan juga sekolah di sana, dan saya jadi tahu bahwa anak usia SD pun sudah diajarin. Tidak boleh melakukan bullying, dan apa yang harus kamu lakukan ketika kamu di-bully, atau bagaimana ketika kamu melihat orang lain di-bully, apa yang kamu lakukan? Oh mengingatkan dan seterusnya, itu sudah diajarin," ujar Fahmi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, Petir, dan Kilat 26-27 April 2024

Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, Petir, dan Kilat 26-27 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan | Kenaikan UKT Unsoed

[POPULER TREN] Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan | Kenaikan UKT Unsoed

Tren
Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com