KOMPAS.com - Media sosial beberapa hari terakhir tengah ramai perihal aplikasi yang disebut dapat menghasilkan uang tunai hanya dengan menonton video saja.
Salah satu aplikasi tersebut adalah VTube.
Untuk meminilasir kejadian yang tidak diinginkan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir halaman utama VTube.
Sebelumnya, Kominfo juga sudah memblokir aplikasi serupa yakni TikTok Cash.
Baca juga: 4 Fakta Seputar TikTok Cash, Layanan yang Baru Saja Diblokir Kominfo
Berikut 5 fakta dari aplikasi VTube yang kini menjadi sorotan pemerintah?
Kominfo telah memblokir situs resmi Vtube pada Minggu, (14/2/2021).
Pemblokiran ini dilakukan atas permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Diketahui, OJK meminta Kominfo untuk memblokir situs VTube yang tergabung dalam PT Future View Tech lantaran terindikasi sebagai skema money game.
Baca juga: Modus TikTok Cash yang Akhirnya Diblokir Pemerintah
Dikutip dari Kompas.com (15/2/2021), meski situs sudah diblokir, namun aplikasi VTube masih dapat dibuka dan masih dapat diunduh di PlayStore (untuk pengguna Android).
Sementara, aplikasi VTube tidak tersedia di AppStore (untuk pengguna iOS).
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L. Tobing mengatakan, dalam aplikasi VTube terdapat skema referral di mana anggota VTube bisa mendapatkan poin tambahan dengan mengajak orang lain bergabung maupun upgrade level misi.
Poin ini juga didapat anggota dari menonton iklan pada VTube.
Menurutnya, skema ini mirip dengan yang digunakan pada usaha penjualan langsung atau yang dikenal multi level marketing (MLM).
Pada skema ini, penggunanya tidak boleh memakainya untuk penawaran jasa.
Diberitakan oleh Kompas.com (15/2/2021), poin yang diperoleh dari menonton iklan itu dapat ditukarkan dengan uang tunai.
Baca juga: Video Viral Uang Pecahan Rp 100.000 Tidak Dipotong, Ini Penjelasan BI
Selanjutnya, poin yang telah didapatkan anggota dapat diperjualbelikan dan naik peringkat.
Tongam mengatakan, tindakan ini dapat berpotensi merugikan masyarakat.
Kendati demikian, ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan cermat.
Sebab, modus ini biasanya menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu singkat, menjanjikan bonus dari perekrutan orang baru, dan lainnya.
Baca juga: Deretan Kasus Penipuan Berkedok Investasi, dari MeMiles hingga Swissindo
Di sisi lain, Tongam menyampaikan bahwa aplikasi dengan skema dan modus tersebut tidak memiliki legalitas yang jelas.
Ia menyebutkan, legal artinya masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya.
Kemudian, dapat juga mengecek apakah kegiatan atau produk yang ditawarkan dan ingin diikuti sudah memiliki izin usaha dari instansi terkait atau belum.
Baca juga: Mengenal Aplikasi BiP yang Dilirik Pengguna WhatsApp Selain Telegram
Apabila sudah ada izin, pastikan apakah kegiatannya sesuai dengan izin usaha yang dimiliki atau tidak.
"Bisa jadi hanya mendompleng izin yang dimiliki, padahal kegiatan atau produk yang dilakukan tidak sesuai dengan izinnya," ucap Tongam.
Terkait perizinan, hal ini tidak selalu berasal dari OJK.
Jika kegiatannya berupa perdagangan, maka izin akan dikeluarkan dari pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Ada baiknya masyarakat untuk selalu menerapkan prinsip legal dan logis sebelum melakukan suatu investasi.
Baca juga: 5 Aplikasi Pesan Selain WhatsApp, Apa Saja?
(Sumber: Kompas.com/Nur Rohmi Aida, Luthfia Ayu Azanella | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Inggried Dwi Wedhaswary)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.