KOMPAS.com - Penyanyi dangdut Ridho Rhoma kembali ditangkap polisi atas dugaan penyalahgunaan narkoba.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menuturkan, Ridho dinyatakan positif menggunakan amphitamine.
"Saya membenarkan saja dulu, positif amphitamine," kata Yusri Yunus kepada Kompas.com via pesan singkat, Minggu (7/2/2021).
Penangkapan ini merupakan kedua kalinya bagi Ridho Rhoma. Sebelumnya pada 2017 lalu ia juga ditangkap dengan kasus yang sama dan bebas pada 8 Januari 2020.
Baca juga: Ridho Rhoma Akui Pakai Narkoba Lagi Saat Berada di Bali
Mengapa sebagian publik figur sulit keluar dari ketergantungan obat terlarang?
Sosiolog Universitas Sebelas Marat (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan, seorang publik figur atau artis berada pada persimpangan kehidupan sosial yang seringkali mengandung kekuatan-kekuatan paksa.
Pertama, mereka berada pada persimpangan bisnis hiburan yang dituntut untuk selalu prima dan dalam performa yang bagus.
"Dalam bahasa sosiologinya, ia harus bisa memainkan peran panggung depan dan itu menuntut energi besar, seperti harus tampak tenang dan gembira," kata Drajat kepada Kompas.com, Senin (8/2/2021).
"Panggung-panggung belakang tentang kesedihan dan kesusahan itu harus disimpan di dalam," sambungnya.
Menurutnya, lingkungan seperti itu menuntut seseorang untuk selalu memiliki suasana yang dapat menjaganya agar tetap tampil bagus.
Baca juga: Fakta Penangkapan Ridho Rhoma, Kronologi dan Bukti 3 Butir Ekstasi
Kedua, karena artis dekat dengan panggung hiburan, maka menjadi tempat orang bersenang-senang.
Sehingga hal itu memunculkan lintasan bisnis barang untuk memenuhi kondisi tersebut, seperti narkoba.
Jika seseorang sudah terjebak dalam bisnis itu, maka Drajat menilai akan sulit untuk melepasnya, baik karena kecanduan obat kimiawinya maupun kecanduan perilakunya.
"Jadi seumpama seseorang mengonsumsi ekstasi dan merasa bahagia, maka prilaku-prilaku seperti itu akan diminta lagi, diulang lagi. Itu kecanduan prilakunya," jelas dia.
Sayangnya, persimpangan inilah yang kemungkinan tidak dilatih dalam pusat rehabilitasi.