Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal D-dimer dan Bahaya Pembekuan Darah pada Pasien Covid-19

Kompas.com - 08/02/2021, 20:20 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mantan menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut istilah D-dimer dalam blog pribadinya. 

Disebutkan, saat terkena Covid-19 pada Januari 2021 lalu, unsur D-dimer di darahnya 2.600. Padahal angka normalnya menurut Dahlan maksimum 500.

Dahlan juga menyebutkan seorang pasien Covid-19 di Semarang yang meninggal dunia setelah 10 hari dinyatakan Covid-nya negatif.

Sebelumnya saat dinyatakan negatif dari Covid-19, D-dimer pasien bernama Santoso tersebut di angka 6.000. 

Namun keesokan harinya, pasien itu sulit bernafas dan harus dimasukkan ke ICU non-Covid hingga dipasangi ventilator.

"Setelah diperiksa, D-dimer Santoso ternyata di level 6.000. Santoso tidak pernah lagi keluar dari ICU. Sampai ia meninggal dunia tanggal 1 Januari, tepat di tahun baru 2021," tulis Dahlan Iskan. 

Tulisan lengkap, Dahlan Iskan dapat dibaca di sini. 

Baca juga: Dahlan Iskan Sudah Negatif Covid-19, Segera Pulang dari Rumah Sakit

Apa itu D-dimer?

Dikutip dari Labtestsonline, D-dimer adalah salah satu fragmen protein yang diproduksi ketika gumpalan darah larut di dalam tubuh.

Pembekuan darah adalah proses penting yang mencegah seseorang kehilangan terlalu banyak darah saat cedera.

Biasanya, tubuh akan melarutkan gumpalan setelah cedera sembuh. Dengan gangguan pembekuan darah, gumpalan bisa terbentuk saat tidak mengalami cedera yang jelas atau tidak larut saat seharusnya.

Kondisi ini bisa sangat serius dan bahkan mengancam jiwa. Tes D-dimer dapat menunjukkan jika seseorang memiliki salah satu dari kondisi ini.

Baca juga: Risiko Covid-19 pada Pasien Stroke, Bisa Sebabkan Pembekuan Darah Otak

Pembekuan darah dan Covid-19

Pembekuan darah menjadi salah satu yang menyebabkan beberapa orang dengan Covid-19 mengembangkan sakit parah. Hal ini diungkapkan oleh tim peneliti yang menulis di Jurnal Radiology.

Melansir Medical News Today, meskipun belum diketahui secara pasti bagaimana virus SARS-CoV-2 menyebabkan kematian, laporan klinis menunjukkan bahwa orang dengan Covid-19 parah mengembangkan pnemonia, sindrom gangguan pernapasan akut dan kegagalan banyak organ.

Usia dan kondisi media yang mendasari, menjadi faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena Covid-19 parah.

Dalam kumpulan artikel yang diterbitkan dalam jurnal Radiology, para ahli menyoroti sebagian besar dari penderita Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah yang dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.

Baca juga: 6 Tanda Terjadi Pembekuan Darah

Membatasi aliran darah

Pembekuan darah merupakan mekanisme alami sebagai respons tubuh terhadap cedera. Tapi, saat gumpalan terbentuk dalam pembuluh darah, ini dapat membatasi aliran darah.

Kejadian tersebut dikenal sebagai trombus, yang dapat menyebabkan keadaan darurat medis yang parah.

Apabila trombus terlepas dan menyebar ke bagian tubuh lain, disebut sebagai embolus. Emboli yang mencapai paru-paru, otak, atau jantung, dapat mengancam jiwa.

Trombi dan emboli menjadi masalah pada orang dengan Covid-19, karena virus corona dapat menginfeksi sel di paru-paru.

Dalam kasus yang parah, ini dapat menyebabkan peradangan di paru-paru dan sesak napas.

"Dari analisis semua data medis, laboratorium, dan pencitraan yang tersedia saat ini tentang Covid-19, menjadi jelas bahwa gejala dan tes diagnostik tidak dapat dijelaskan hanya dengan gangguan ventilasi paru," ujar Profesor Edwin van Beek dari Queens Medical Research Institute di Universitas Edinburgh di Inggris.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa infeksi virus dapat mengaktifkan jalur pembekuan darah. Para ahli percaya, proses ini berkembang sebagai mekanisme untuk membatasi penyebaran infeksi virus.

Baca juga: 15 Gejala Covid-19 yang Perlu Diwaspadai

Mengukur kadar D-dimer

Dalam penelitian pembekuan darah pada seseorang, para tenaga kesehatan sering mengukur jumlah kompleks protein, yang disebut D-dimer, dalam darah.

Melansir Healthline, tes darah D-dimer membantu mendiagnosis adanya emboli paru. Adapun kadar D-dimer yang tinggi dalam darah menjadi indikasi trombisis dan emboli.

"Ada hubungan yang kuat antara tingkat D-dimer, perkembangan penyakit, dan fitur CT dada yang menunjukkan trombosis vena," ujar van Beek.

Hasil D-dimer

Jika hasil tes darah D-dimer berada pada kisaran normal atau negatif dan seseorang tidak memiliki banyak faktor risiko, kemungkinannya tidak mengalami emboli paru.

Namun, jika hasil D-dimer menunjukkan angka yang tinggi atau positif, ini menandakan adanya pembentukan gumpalan yang signifikan dan degradasi yang terjadi di tubuh.

Baca juga: Berapa Kadar Oksigen dalam Darah yang Normal?

Hasil D-dimer positif tidak menunjukkan lokasi keberadaan gumpalan di tubuh. Sehingga, diperlukan tes lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tersebut.

Selain itu, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan hasil D-dimer tinggi, termasuk:

  • Operasi atau trauma
  • Serangan jantung
  • Infeksi
  • Penyakit hati
  • Kehamilan

Bukti emboli paru

Sebuah penelitian yang ditulis tim dari Centre Hospitalier Universitaire de Besancon di Perancis melaporkan, sebanyak 23 dari 100 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah memiliki tanda-tanda emboli paru, yaitu gumpalan darah yang telah menyebar ke paru-paru.

Pasien-pasien ini lebih mungkin berada di unit perawatan kritis dan memerlukan ventilasi mekanis, dibandingkan orang yang tidak memiliki emboli paru.

Penemuan ini didukung oleh studi yang dilakukan tim peneliti lain dari Hopitaux Universitaires de Strasbourg di Perancis.

Baca juga: Kontrasepsi Estrogen dan Pembekuan Darah akibat Covid-19, Apa Hubungannya?

Diungkapkan, sebanyak 30 persen dari 106 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah di paru-parunya.

"Tingkat (emboli paru) ini lebih tinggi daripada yang biasanya ditemui pada pasien sakit kritis tanpa infeksi Covid-19 (sebesar 1,3 persen) atau pada pasien gawat darurat (3–10 persen)," ujar peneliti tersebut.

Tim Strasbourg juga menemukan, orang-orang tersebut juga memiliki tingkat D-dimer yang lebih tinggi dalam darahnya dibandingkan orang yang tidak memiliki emboli paru.

Prof. van Beek menjelaskan, sudah ada bukti adanya hubungan antara tingkat D-dimer yang tinggi dan hasil yang buruk untuk pasien dengan Covid-19.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, para peneliti merekomendasikan untuk mengukur kadar D-dimer, memantau tanda-tanda emboli atau trombosis, dan inisiasi awal terapi antikoagulasi untuk menghindari pembekuan darah.

Baca juga: Viral Kisah Pasien Sembuh Covid-19 Alami Parosmia, Ini Penjelasan Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com