Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kearifan Menghadapi Musim Banjir

Kompas.com - 08/02/2021, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MUSIM banjir kembali datang. Kalimantan Selatan terlanda musibah banjir. Demikian pula kota Malang bernasib malang. Sama halnya dengan Semarang. Sementara Jakarta kembali siaga banjir.

Dunia

Sebenarnya banjir bukan langganan Indonesia namun juga terjadi di sepanjang sungai Mekong yang bermata air di Tibet dan bermuara di Vietnam melintasi China, Myanmar, Kamboja, Thailand, Laos.

Seluruh kota Bangkok sempat mati suri akibat kebanjiran dalam waktu berkepanjangan. Sama halnya dengan New Orleans mau pun New York.

Juli 2020 malapetaka banjir menenggelamkan kawasan Zhenjiang provinsi Jiangshu.

Secara lahir-batin saya pernah mengalami ketinggalan pesawat terbang di bandara Singapura akibat bermalam di sebuah hotel di Orchard Road yang tenggelam akibat bencana banjir melanda Singapura.

Memang musibah banjir bukan cuma terjadi di Jakarta.

Tradisi

Namun sudah menjadi semacam tradisi bahwa musibah banjir dianggap kegagalan bukan walikota tetapi gubernur daerah yang kebanjiran. Maka muncul pameo “Salah Anies !” untuk menjawab pertanyaan siapa bertanggung jawab atas banjir yang terjadi di Jakarta bahkan kota lain nun jauh dari Jakarta.

Akibat tradisi cari kambing-hitam banjir maka ketika Semarang kebanjiran, walikota Semarang tidak berkomentar namun gubernur Jawa Tengah mengimbau lewat medsos pribadi beliau agar banjir jangan dipolitisir.

Bahkan di kota Jakarta sudah mengaprah bahwa penyebab adalah rakyat miskin bermukim di bantaran kali Ciliwung.

Padahal penyebab utama banjir bukan cuma sampah yang dibuang bukan oleh rakyat miskin namun juga sampah yang dibuang masyarakat tidak miskin dan perusahaan besar yang tidak berada di bantaran kali Ciliwung.

Penyebab banjir merupakan satu dari sekian alasan sengaja dibuat sebagai pembenaran penggusuran rakyat miskin.

Imlek

Fakta membuktikan bahwa banjir bukan terjadi di Jakarta dan Indonesia pada hakikatnya menyadarkan kita semua bahwa banjir bisa terjadi di seluruh pelosok planet bumi.

Memang banjir bisa terjadi akibat perilaku manusia tidak ramah lingkungan namun pada saat banjir terjadi sebaiknya manusia tidak saling menyalahkan.

Jika banjir dijadikan alat pengukur prestasi kepala daerah dan kepala negara maka tidak ada satu pun kepala daerah dan kepala negara layak bertahan menjadi kepala daerah dan kepala negara.

Semua wajib ikhlas di-impeached atau sukarela mengundurkan diri seperti kelaziman di Jepang namun tidak lazim di Indonesia.

Alih-alih saling menyalahkan ketika musibah banjir terjadi adalah lebih baik manusia saling menolong meringankan beban derita sesama manusia yang terlanda banjir.

Seperti para warga bantaran kali Ciliwung yang pada saat kebanjiran malah berupaya menolong warga yang kebanjiran atau laskar PMI dan Budha Tzu Chi yang senantiasa siap menolong para korban banjir.

Kebetulan Imlek di Indonesia bukan menyambut musim semi namun musim hujan yang identik dengan musim banjir.

Alangkah indahnya apabila pada musim banjir bersamaan wabah Corona masih merajalela, masyarakat berkenan merayakan Imlek pada tahun 2021 dengan bukan hanya pesta-pora dalam suasana riang-gembira namun juga dalam suasana fastabiqul khoirot demi berlomba berbuat baik terhadap sesama manusia sebagai upaya mengurangi beban derita para korban banjir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com