Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Vaksin Covid-19 Sebabkan Lamban Berpikir dan Susah Menghapal

Kompas.com - 07/02/2021, 14:02 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com – Sebuah unggahan beredar di Facebook yang menyebutkan vaksin Covid-19 dapat menyebabkan gangguan pada otak sehingga membuat lamban berpikir dan sulit menghapal.

Unggahan tersebut disertai dengan tangkapan status seseorang yang diklaim merupakan apoteker.

Ahli menyebutkan, klaim bahwa vaksin Covid-19 bisa menyebabkan lamban berpikir dan sulit menghapal adalah tidak benar.

Narasi yang beredar

Akun Facebook Lois Lois mengunggah sebuah tangkapan gambar disertai narasi mengenai apoteker yang menolak vaksinasi Covid-19 dosis kedua.

"Apoteker aja udah gak mau LG vaksin ke-2. Soalnya berasa otaknya jd dungu dan Bolot," demikian salah satu bagian narasi yang diunggah akun tersebut.

Ia mengunggahnya pada 28 Januari pukul 17.39 WIB. Ia juga mengaitkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada narasinya.

"Nah... Jangan2 IDI dan kemenkes Otaknya udah pada lemot2 kyk gak bisa mikir ya makanya jd kyk o-oon gitu.. Mungkin ya.. Soalnya gak ada respon. Jd seperti kehilangan akal sehatnya lagi buat berpikir.. Kasihannya.. Dan gak lama lagi Satu persatu kasus kematian akibat Vaksin akan menghiasi media massa. Dan ingat.. Itu semua akibat di Vaksin!!" tulisnya.

Akun ini menyertakan tangkapan gambar status seseorang di Whatsapp dan percakapan pesan. 

Tulisan di status tersebut menyatakan "Berasa lebih susah ngapalin nama obat baru".

Tangkapan layar narasi yang menyebutkan bahwa vaksin menyebabkan lamban berpikir.Facebook Tangkapan layar narasi yang menyebutkan bahwa vaksin menyebabkan lamban berpikir.
Benarkah klaim itu?

Konfirmasi Kompas.com

Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur RS UNS Tonang Dwi Ardyanto menyatakan, vaksin Covid-19 menyebabkan gangguan otak seperti lamban berpikir dan sulit menghapal adalah klaim yang tidak benar.

Ia mencontohkan, program vaksinasi yang sudah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun lalu.

"Yang jelas, anak-anak kita, yang bahkan kurang dari 1 tahun, sudah rutin mendapatkan vaksin termasuk yang metode pembuatannya sama: inactivated. Itu sudah bukti nyata," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2021).

Dalam Surat Keputusan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 menyebutkan, ada beberapa reaksi yang mungkin akan muncul setelah divaksin.

Beberapa reaksi tersebut antara lain:

  • Reaksi lokal seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan.
  • Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis
  • Reaksi sistemik, seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala
  • Reaksi lain seperti reaksi alergi, berupa urtikaria oedem, anafilaksis dan syncope (pingsan)

Dari teknis pelaksanaan vaksin tersebut, vaksin Covid-19 sudah melalui serangkaian uji coba dan tidak mendapati efek samping berupa gangguan otak seperti lamban berpikir dan sulit menghapal.

Kesimpulan

Dari penelusuran yang dilakukan Tim Cek Fakta Kompas.com, dapat disimpulkan bahwa unggahan yang menyebutkan vaksin Covid-19 dapat menyebabkan gangguan pada otak sehingga membuat lamban berpikir dan sulit menghapal adalah tidak benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dekan FEB Unas Diduga Catut Nama Dosen Malaysia di Jurnal Ilmiah, Kampus Buka Suara

Dekan FEB Unas Diduga Catut Nama Dosen Malaysia di Jurnal Ilmiah, Kampus Buka Suara

Tren
Apakah Info Penghasilan di Laman SSCASN Hanya Gaji Pokok? Ini Kata BKN

Apakah Info Penghasilan di Laman SSCASN Hanya Gaji Pokok? Ini Kata BKN

Tren
Terkenal Gersang, Mengapa Dubai Bisa Dilanda Banjir Besar?

Terkenal Gersang, Mengapa Dubai Bisa Dilanda Banjir Besar?

Tren
Dampak Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi di Sulawesi Utara Ditutup 3 Jam

Dampak Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi di Sulawesi Utara Ditutup 3 Jam

Tren
Puncak Hujan Meteor Lyrids 21-22 April 2024, Ini Cara Menyaksikannya

Puncak Hujan Meteor Lyrids 21-22 April 2024, Ini Cara Menyaksikannya

Tren
Mengenal Apa Itu 'Cloud Seeding', Modifikasi Cuaca yang Dituding Picu Banjir di Dubai

Mengenal Apa Itu "Cloud Seeding", Modifikasi Cuaca yang Dituding Picu Banjir di Dubai

Tren
Warganet Sebut Insentif Prakerja Gelombang 66 Naik Jadi Rp 700.000, Benarkah?

Warganet Sebut Insentif Prakerja Gelombang 66 Naik Jadi Rp 700.000, Benarkah?

Tren
Kasus Pencurian dengan Cara Ganjal ATM Kembali Terjadi, Ketahui Cara Menghindarinya

Kasus Pencurian dengan Cara Ganjal ATM Kembali Terjadi, Ketahui Cara Menghindarinya

Tren
Rusia Tarik Pasukan yang Duduki Azerbaijan Selama 3,5 Tahun Terakhir

Rusia Tarik Pasukan yang Duduki Azerbaijan Selama 3,5 Tahun Terakhir

Tren
PVMBG: Waspadai Potensi Tsunami dari Erupsi Gunung Ruang

PVMBG: Waspadai Potensi Tsunami dari Erupsi Gunung Ruang

Tren
Apakah Hari Kartini 21 April 2024 Tanggal Merah?

Apakah Hari Kartini 21 April 2024 Tanggal Merah?

Tren
Gunung Ruang di Sulawesi Utara Meletus, Status Naik Jadi Awas

Gunung Ruang di Sulawesi Utara Meletus, Status Naik Jadi Awas

Tren
Ramai soal Efek Samping Obat Sakit Kepala Picu Anemia Aplastik, Perlukah Khawatir?

Ramai soal Efek Samping Obat Sakit Kepala Picu Anemia Aplastik, Perlukah Khawatir?

Tren
Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Cuaca Ekstrem 18-19 April 2024

Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Cuaca Ekstrem 18-19 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Apa itu Rudal Balistik | Sekolah Muhammadiyah di Luar Negeri

[POPULER TREN] Apa itu Rudal Balistik | Sekolah Muhammadiyah di Luar Negeri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com