KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengizinkan beberapa Alat Penangkapan Ikan (API) yang sebelumnya dilarang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 71/2016.
Dalam aturan yang baru, KKP kembali mengizinkan penggunaan alat tangkap cantrang di Indonesia.
Aturan tersebut tertuang dalam Permen 59/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini mengakui, cantrang kerap tidak sesuai dengan SNI. Terbitnya aturan baru itu bakal mengembalikan fungsi cantrang ke ketentuan semula.
Baca juga: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo Disorot, Disebut Bahayakan Kedaulatan Pangan
Dilansir dari laman KKP, cantrang merupakan Alat Penangkap Ikan (API) yang berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jarring.
Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.
Cantrang bekerja dengan cara menyapu seluruh dasar lautan, karena cantrang menangkap ikan demersal (ikan dasar).
Oleh karena itu, cantrang dianggap berpotensi dapat merusak ekosistem substrat tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan dan juga merusak terumbu karang.
Baca juga: Beda Pandangan Susi, Edhy, hingga Jokowi soal Ekspor Benih Lobster...
Cantrang dilarang karena dinilai merusak ekosistem lautan. Hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya juga murah di pasaran.
Menurut data WWF Indonesia, sekitar 60-82 persen tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan.
Selain itu, cantrang selama ini telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan.
Konflik penggunaan cantrang ini sudah berlangsung lama, bahkan sudah terjadi pembakaran kapal-kapal cantrang oleh masyarakat.
Dampak buruk penggunaan cantrang
KKP juga menyebutkan, penggunaan cantrang memiliki dampak buruk untuk lautan.
Penggunaan cantrang dapat menyebabkan rusaknya dasar lautan dan ekosistem lautan.