Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir di Indonesia, Benarkah karena Curah Hujan dan Cuaca Ekstrem?

Kompas.com - 20/01/2021, 07:31 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Untuk daerah Kalsel, dikategorikan sebagai banjir genangan, karena meski ada aliran air, tetapi ketinggian airnya cenderung naik dan menyebabkan genangan banjir.

Berbeda dengan banjir bandang yang biasa terjadi di daerah yang curam, dekat tebing, datangnya mendadak, biasanya disertai longsor.

Contohnya seperti yang terjadi di Bogor, Selasa (19/1/2021) pagi.

Baca juga: Hadapi Cuaca Ekstrem, Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?

Penyimpanan air

Pramono menjelaskan bahwa alam secara alami memiliki storege, atau penyimpanan air.

Penyimpanan air dapat berupa waduk, sungai, dan hutan.

Khusus untuk hutan, sistem penyimpanannya bersifat sponge atau menyerap.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

 

Pramono juga menambahkan bahwa ceruk bekas tambang juga dapat dimanfaatkan sebagai penampung air hujan.

"Bekas galian atau ceruk-ceruk tambang itu dapat digunakan untuk menyimpan air, seharusnya, tetapi tambang itu dapat menyebabkan faktor atau hal lain, yaitu longsor," katanya.

Terkait perluasan lahan sawit dan pertambangan sebagai penyebab banjir di Kalimantan Selatan, Pramono tidak dapat menyimpulkan karena butuh kajian mendalam.

"Memang karakteristik topografinya sangat mendukung, buruh riset yang menjelaskan prosesnya. ini karena penggundulan hutan, belum tentu. Butuh kajian yang mendalam untuk bisa menyimpulkan itu," katanya lagi.

Baca juga: Melihat Cara Belanda Mengatasi Banjir...

Hasil kajian

Sementara itu, koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Edo Rakhman menjelaskan bahwa ada banyak kajian mengenai deforestasi atau tutupan hutan beserta segala aspeknya yang berdampak pada hilangnya struktur dan fungsi hutan.

"Beberapa kawan-kawan kelompok masyarakat sipil itu sudah sering melakukan kajian, dan memang laju deforestasi kita masih cukup tinggi," katanya saat dihubungi terpisah Kompas.com, Selasa (19/1/2021).

Walhi mencatat dari 3,7 hektar lahan Kalsel setengahnya dikuasai tambang dan sawit. Sampai saat ini ada 817 lubang galian milik 157 perusahaan tambang.

Baca juga: Ramai soal Harga Saham ANTM, Berikut Profil dari Aneka Tambang (Antam)...

5 Rumah Warga Porak-Poranda Diterjang Longsor dan Banjir BandangKOMPAS.COM/JUNAEDI 5 Rumah Warga Porak-Poranda Diterjang Longsor dan Banjir Bandang

Hal ini sejalan dengan analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengenai penyebab banjir yang melanda wilayah provinsi Kalsel.

Lapan menyebutkan penyempitan kawasan hutan atau tutupan lahan meningkatkan risiko banjir.

Berdasarkan data Lapan 2010-2020, terjadi penyusutan luas hutan primer sebanyak 13.000 hektar, hutan sekunder 116.000 hektar, sawah 146.000 hektar, dan semak belukar sebanyak 47.000 hektar.

Baca juga: Walhi Pertanyakan Konsep Forest City Pemerintah untuk Ibu Kota Baru

Laporan tahunan Walhi pada 2020 juga mengkaji mengenai tren kenaikan kejadian bencana hidrometeorologi yang terjadi akibat interaksi dan pengaruh parameter meteorologi (cuaca, kelembapan, suhu, awan, angin, penguapan, hujan, penyinaran) sangat erat kaitannya dengan isu perubahan iklim.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com