Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seminggu PSBB Jawa-Bali, Epidemolog Soroti Keseriusan Pemerintah

Kompas.com - 18/01/2021, 20:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa-Bali telah berlangsung selama sepekan sejak 11 Januari 2021 dan akan berakhir pada 25 Januari mendatang.

Meski memiliki nama wilayah Jawa-Bali, pengetatan ini hanya dilakukan di sejumlah kabupaten atau kota yang memenuhi beberapa parameter.

Sepekan penerapan PPKM atau PSBB ini, epidemilog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo melihat mobilitas dan interaksi masyarakat masih tinggi.

Bahkan, ia menyebut tak ada bedanya kondisi sebelum dan saat PPKM.

"Pusat-pusat perbelanjaan semua buka, yang tidak esensial semua buka, baru tutup jam 7 malam, kan tida ada bedanya. Jalan di luar juga tidak ada bedanya dengan sebelum PKM, sweeping pun sekali-kali," kata Windhu kepada Kompas.com, Senin (18/1/2021).

Baca juga: Sepekan Pemberlakuan PPKM dan Tingginya Penambahan Kasus Covid-19

Kepatuhan protokol kesehatan

Selain itu, WIndhu menilai, kepatuhan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan saat ini juga berkurang 50 persen dari sebelumnya.

Windhu menuturkan, jika pemerintah memang tak serius dalam melakukan pengetatan, seharusnya memilih opsi peningkatan testing, tracing, dan treatment (3T).

"Kalau memang tidak mau sungguh-sungguh PPKM, ya testing tracing yang diperketat dan 3M, sudah itu saja. Kalau mau sungguh-sungguh sekalian ya ditambah mengetatkan pergerakan," jelasnya.

Sayangnya, upaya testing yang dilakukan pemerintah saat ini masih kalah jauh dibandingkan dengan negara lain.

Buktinya, Indonesia berada pada urutan 159 dari 202 negara dalam hal testing. Rangking itu sedikit lebih baik daripada Bangladesh dan Ethopia.

Baca juga: Seminggu PPKM di Bandung, Polisi Ungkap Kejahatan Jalanan hingga Prostitusi Online

 

Vaksinasi

Menurut Windhu, kebijakan PPKM Jawa-Bali kali ini kalah dengan glorifikasi vaksinasi virus corona yang sudah berlangsung sejak 13 Januari lalu.

Padahal menurut dia, vaksinasi Covid-19 membutuhkan waktu yang lama.

"Memang vaksinasi ini masuk trisula penanganan pandemi, selain 3T dan penerapan protokol kesehatan. Tapi kan waktunya, lama karena semua orang butuh. saya ndak yakin bisa setahun selesai," ujarnya.

"Jangan kemudian seolah-olah vaksin datang terus dianggap pandemi mau selesai. Yang salah kan itu, menggembor-gemborkan vaksinnya, padahal vaksin itu masih panjang," sambungnya.

Untuk itu, ia berharap agar pemerintah konsisten dan serius dalam menerapkan setiap kebijakan terkait penanganan pandemi.

Baca juga: PPKM Mulai Diberlakukan Hari Ini, Simak Berikut Bedanya dengan PSBB

Dinilai tidak efektif

Senada dengan Windhu, epidemiolog Griffith University Australis Dicky Budiman menilai PPKM ini tidak efektif karena tidak sesuai dengan regulasi.

Padahal, masalah pandemi yang dihadapi Indonesia saat ini sudah besar dan sangat serius.

"Yang ada di depan kita ini adalah masalah yang sudah besar dan akan membesar jika tidak bergerak cepat. Kaitan dengan pengetatan ini, kalau mau dilakukan, lakukanlah sebenarnya sesuai regulasi." kata Dicky, saat dihubungi secara terpisah, Senin.

Ia meminta agar pemerintah tidak membuat interpretasi atau modifikasi baru terkait UU Karantina Kesehatan.

Sebab aturan itu lahir dari banyak pemikiran, pengalaman para tokoh dan pakar epidemiologi Indonesia sebelumnya.

"Sehingga jangan membuat satu inovasi baru yang apalagi belum melalui kajian atau proses ilmiah yang memadai sehingga tidak efektif. Dampaknya selain membuat pandemi yang semakin buruk, ditambah strategi 3T ini belum maksimal," jelasnya.

Baca juga: PPKM Mulai Hari Ini, Berikut Daftar Daerah yang Terapkan Pembatasan di Jawa-Bali

Penghentian semua aktivitas

Jika merujuk pada Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, definisi Pembatasan Sosial Berskala Beasr (PSBB) adalah penghentian semua aktifitas sosial, baik perkantoran, sekolah, perdagangan atau pasar atu pertokoan atau pusat perbelanjaan, transportasi, dan lain-lain.

Menurut Dicky, itulah pengetatan atau lockdown yang sesungguhnya, sesuai dengan penerapan beberapa kota di negara lain.

"Jangan menunggu benar-benar serius, karena kematian tiap hari itu tidak boleh dianggap remeh. Jangankan dua digit, satu digit pun harus disikapi serius," tutupnya.

Baca juga: Daftar 11 Daerah di Jawa Timur yang Terapkan PPKM 11-25 Januari 2021

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: PSBB Ketat Jawa-Bali

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kuburan 'Zombi' Berusia 4.200 Tahun Ditemukan Secara Tak Sengaja di Jerman

Kuburan "Zombi" Berusia 4.200 Tahun Ditemukan Secara Tak Sengaja di Jerman

Tren
Benarkah Penderita Diabetes Harus Minum Obat Seumur Hidup?

Benarkah Penderita Diabetes Harus Minum Obat Seumur Hidup?

Tren
Catat, Ini Rincian Tarif Listrik 1 Mei 2024

Catat, Ini Rincian Tarif Listrik 1 Mei 2024

Tren
Video Viral Detik-detik 2 Helikopter Malaysia Tabrakan, 10 Orang Tewas

Video Viral Detik-detik 2 Helikopter Malaysia Tabrakan, 10 Orang Tewas

Tren
Kapan Prabowo-Gibran Ditetapkan dan Dilantik Menjadi Presiden dan Wapres?

Kapan Prabowo-Gibran Ditetapkan dan Dilantik Menjadi Presiden dan Wapres?

Tren
7 Rekomendasi Ras Anjing Penjaga Terbaik, Cocok Dipelihara untuk Mengamankan Rumah

7 Rekomendasi Ras Anjing Penjaga Terbaik, Cocok Dipelihara untuk Mengamankan Rumah

Tren
Berakhirnya Pilpres 2024, Ucapan Selamat Anies dan Ganjar untuk Prabowo-Gibran

Berakhirnya Pilpres 2024, Ucapan Selamat Anies dan Ganjar untuk Prabowo-Gibran

Tren
Piala Asia U23 2024: 8 Tim yang Lolos dan Jadwal Pertandingan Perempat Final

Piala Asia U23 2024: 8 Tim yang Lolos dan Jadwal Pertandingan Perempat Final

Tren
Penyebab Masalah Rambut Rontok dan Cara Mengatasinya

Penyebab Masalah Rambut Rontok dan Cara Mengatasinya

Tren
Hasil Seleksi Administrasi Rekrutmen Bersama BUMN 2024 Diumumkan Hari Ini

Hasil Seleksi Administrasi Rekrutmen Bersama BUMN 2024 Diumumkan Hari Ini

Tren
Cara Mengubah Nama dan Password Hotspot pada Ponsel Android dan iPhone

Cara Mengubah Nama dan Password Hotspot pada Ponsel Android dan iPhone

Tren
Ramai soal Dana Pungutan Wisata via Tiket Pesawat, Ini Penjelasan Kemenko Marves dan Kemenparekraf

Ramai soal Dana Pungutan Wisata via Tiket Pesawat, Ini Penjelasan Kemenko Marves dan Kemenparekraf

Tren
Remaja di China Donasi Plasma 16 Kali dalam 8 Bulan demi Uang, Berakhir Meninggal Dunia

Remaja di China Donasi Plasma 16 Kali dalam 8 Bulan demi Uang, Berakhir Meninggal Dunia

Tren
Studi Ungkap Kemiskinan Bikin Otak Cepat Tua dan Tingkatkan Risiko Demensia

Studi Ungkap Kemiskinan Bikin Otak Cepat Tua dan Tingkatkan Risiko Demensia

Tren
Saat Media Asing Ramai-ramai Soroti Putusan Sengketa Hasil Pilpres 2024...

Saat Media Asing Ramai-ramai Soroti Putusan Sengketa Hasil Pilpres 2024...

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com