Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan LIPI soal Sampah Medis di Teluk Jakarta, seperti Apa Dampak dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Kompas.com - 06/01/2021, 08:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi merilis hasil monitoring sampah medis semasa pandemi Covid-19.

Pusat Penelitian Oseanografi berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Terbuka berhasil mengidentifikasi sampah-sampah yang menuju Teluk Jakarta melalui sungai Marunda dan Cilincing selama Maret hingga April 2020.

Hasil riset tersebut menunjukkan, jumlah sampah secara umum meningkat sebesar 5 persen, namun mengalami penurunan berat sebesar 23-28 persen.

Hal ini menguatkan indikasi perubahan komposisi sampah semasa pandemi, yaitu meningkatnya sampah berbahan plastik yang relatif lebih ringan.

Baca juga: Mengapa Orang Indonesia Suka Buang Sampah Sembarangan?

Sampah plastik sendiri mendominasi muara sungai sebanyak 46-57 persen dari total sampah yang ditemukan.

Sementara itu, riset tersebut juga mencatat kehadiran sampah alat pelindung diri (APD), seperti masker medis, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, dan jas hujan, yang jumlahnya sangat mencolok dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Sampah APD tersebut menyumbang 15-16 persen dari sampah di muara sungai Marunda dan Cilincing.

Hasil riset lengkap Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dapat dibaca dan diunduh pada tautan berikut:

Unprecedented plastic-made personal protective equipment (PPE) debris in river outlets into Jakarta Bay during COVID-19 pandemic ??

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh LIPI (@lipiindonesia)

Ada kemungkinan sampah medis membawa patogen

Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Muhammad Reza Cordova mengatakan, selama pandemi Covid-19, manajemen sampah baik di Indonesia maupun secara global, mengalami gangguan, terlebih dengan diberlakukannya lockdown dan pembatasan aktivitas.

"Pengelolaan sampah di Indonesia itu secara umum masih belum optimal. Tanpa adanya Covid-19 pun, kemarin kita sudah agak keteteran, apalagi dengan kondisi yang sekarang," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).

Reza mengatakan, ada beberapa dampak, baik jangka pendek maupun menengah, yang diperkirakan bisa timbul karena adanya kebocoran sampah medis di lautan.

Baca juga: Berikut Kelompok yang Tidak Boleh Disuntik Vaksin Covid-19

"Dari jangka pendek, pertama adalah sampah ini kemungkinan bisa membawa patogen. Kalau berdasarkan berbagai hasil riset, ketika virusnya (Covid-19) masuk ke dalam air tawar, itu masih bisa bertahan antara 2 sampai 13 hari, bahkan ada yang menyebutkan sampai 14 hari," kata Reza.

"Cuma memang kalau yang sudah masuk ke laut, itu masih perlu penelitian secara detail. Nah yang di Indonesia bagaimana? Karena kan kita punya strain (virus) sendiri ini yang terpisah, itu yang kami belum tahu," imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Jenis Obat Potensial Tingkatkan Risiko Anemia Aplastik, Tak Boleh Dipakai Sembarangan

7 Jenis Obat Potensial Tingkatkan Risiko Anemia Aplastik, Tak Boleh Dipakai Sembarangan

Tren
Resmi, Ada 26.319 Lowongan Kerja untuk PPPK dan CASN Kementerian PUPR 2024

Resmi, Ada 26.319 Lowongan Kerja untuk PPPK dan CASN Kementerian PUPR 2024

Tren
Unas Bentuk Tim Pencari Fakta Selidiki Dugaan Pencatutan Nama oleh Kumba Digdowiseiso

Unas Bentuk Tim Pencari Fakta Selidiki Dugaan Pencatutan Nama oleh Kumba Digdowiseiso

Tren
Kenali Waktu Terbaik dan Terburuk untuk Minum Air Kelapa

Kenali Waktu Terbaik dan Terburuk untuk Minum Air Kelapa

Tren
Terbaru, 40.839 Lowongan Kerja untuk PPPK dan CASN Kemensos 2024

Terbaru, 40.839 Lowongan Kerja untuk PPPK dan CASN Kemensos 2024

Tren
Orang yang Langsung S2 Setelah Sarjana Disebut Minim Performa Kerja, Pengamat Buka Suara

Orang yang Langsung S2 Setelah Sarjana Disebut Minim Performa Kerja, Pengamat Buka Suara

Tren
Ini Alasan Mengapa Perempuan Tak Boleh Tidur 2 Jam Setelah Melahirkan Normal

Ini Alasan Mengapa Perempuan Tak Boleh Tidur 2 Jam Setelah Melahirkan Normal

Tren
Kumpulan Twibbon dan Ucapan Hari Kartini 21 April 2024

Kumpulan Twibbon dan Ucapan Hari Kartini 21 April 2024

Tren
5 Bahaya Menahan Kentut, Bisa Keluar dari Mulut

5 Bahaya Menahan Kentut, Bisa Keluar dari Mulut

Tren
Mengenal Tinitus, Kondisi Ketika Telinga Berdenging, Apa Penyebabnya?

Mengenal Tinitus, Kondisi Ketika Telinga Berdenging, Apa Penyebabnya?

Tren
Psikiater Nutrisi Ungkap 5 Sarapan Favorit, Bantu Siapkan Otak dan Mental Seharian

Psikiater Nutrisi Ungkap 5 Sarapan Favorit, Bantu Siapkan Otak dan Mental Seharian

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 20-21 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 20-21 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Murni Tanpa Gula | Israel Serang Iran

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Murni Tanpa Gula | Israel Serang Iran

Tren
Seorang Pria Ditangkap di Konsulat Iran di Perancis, Ancam Ledakkan Diri

Seorang Pria Ditangkap di Konsulat Iran di Perancis, Ancam Ledakkan Diri

Tren
Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66, Bisa Dapat Insentif Rp 600.000

Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66, Bisa Dapat Insentif Rp 600.000

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com