Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabinet Jokowi, Sandiaga Uno, dan Adegan Politik Kekuasaan...

Kompas.com - 23/12/2020, 18:02 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Peran berbeda

Meski dalam posisi yang berbeda, peran tersebut dijalankan dalam semangat yang sama yakni memastikan seluruh kebijakan yang diambil ditujukan untuk kepentingan nasional.

"Itulah rekonsiliasi. Kalau rekonsiliasi artinya seluruhnya bergabung dalam kekuasaan, kita tidak memerlukan pemilihan presiden langsung dan apalagi sistem presidensial. Cukup jadi negara parlementer," papar Ray.

"Presiden cukup jadi kepala negara. Adapun kepala pemerintahan diserahkan ke perdana menteri yang bisa berganti kapan waktu," tambahnya.

Baca juga: Jalan Politik Gibran, dari Tukang Martabak hingga Daftar Wali Kota Solo...

Lebih lanjut, Ray mengatakan apa yang terjadi saat ini tidak mencerminkan sistem presidensial dan sistem pemilihan presiden secara langsung.

"Sebaliknya, semua ini mencerminkan bahwa kita telah kehilangan tujuan penting sistem presidensialsme, yang semestinya ada pihak oposisi yang menjadi mitra kritis mengawal kerja pemerintahan," kata dia.

"Negara tanpa dua kekuatan yang memadai seperti ini akan kehilangan keseimbangan. Kekuasaan presiden yang terlalu besar akan membuat publik kehilangan akses representasi," imbuhnya.

Baca juga: Langkah Mulus Gibran dalam Pencalonan Pilkada Solo 2020...

Sebagai gambaran, pada pemilu lalu menunjukkan dukungan sekitar 44 persen suara yang memilih Prabowo-Sandi, bukan soal mereka berdua, tetapi soal suara yang menunjukkan keinginan adanya kelompok yang berseberangan.

"Suara ini harus dihargai. Diwujudkan dalam praktik keseharian Indonesia. Tentu tidak dalam suasana berlomba secara elektoral. Tapi saling mengingatkan, mengarahkan dan pada waktu lain menguatkan tujuan-tujuan nasional. Inilah rekonsiliasi yang tepat dalam sistem demokrasi presidensial," jelas dia.

Lebih lanjut, jika melihat bergabungnya dua ikon politik yang sebelumnya menjadi rival presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu, maka yang menjadi pertanyaan seberapa besar kekuatan dan masih eksiskah keberapaan pihak oposisi dalam praktik politik Indonesia.

"Tentu sulit menjelaskannya (seberapa kuat oposisi saat ini). Sekalipun secara kategoris masih ada. Setidaknya ada PKS, Demokrat dan PAN," pungkas Ray.

Baca juga: Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Wajah Baru Menteri Kabinet Indonesia Maju

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com