KOMPAS.com - Swedia menghadapi kekurangan petugas medis karena meningkatnya jumlah pengunduran diri tenaga kesehatan setelah merawat pasien Covid-19 tanpa henti.
Melansir Bloomberg, Sabtu (12/12/2020), Ketua Asosiasi Profesional Kesehatan Swedia Sineva Ribeiro mengatakan, situasi di negaranya mengerikan.
"Bahkan sebelum gelombang pertama pandemi pada Maret lalu, ada kekurangan perawat spesialis, termasuk di IGD," kata dia.
Minggu ini, kapasitas perawatan intensif di Stockholm, Ibu Kota Swedia, mencapai 99 persen yang membuat kota itu panik dan mendorong adanya bantuan dari luar.
Meskipun tempat tidur di ruang gawat darurat masih tersedia, kekhawatiran yang lebih besar saat ini adalah kurangnya petugas kesehatan untuk merawat pasien.
Baca juga: 342 Nakes Meninggal Dunia, IDI: Kematian karena Covid-19 Itu Nyata
Para petugas kesehatan seringkali mengundang sorak sorai karena bersyukur saat mereka keluar dari rumah sakit setelah menyelesaikan shift yang lama dan melelahkan.
Namun, semakin banyak staf yang begitu putus asa untuk mendapatkan liburan, mereka melihat pengunduran diri sebagai satu-satunya jalan keluar.
Sebuah survei oleh penyiar TV4, saluran televisi terbesar di Swedia menunjukkan bahwa di 13 dari 21 wilayah Swedia, pengunduran diri profesi kesehatan meningkat dari tahun lalu, sebanyak 500 per bulan.
Walikota Stockholm Irene Svenonius mengakui bahwa petugas kesehatan terlalu banyak bekerja dan perlu adanya penambahan staf.
"Ada kelelahan dan Anda tidak bisa mengabaikannya. Jadi sangat penting untuk mendapatkan lebih banyak orang," kata Svenonius, dikutip dari The Straits Times, Sabtu (12/12/2020).
Namun, belum diketahui secara pasti bagaiamana pemerintah menambah kekosongan itu.
Baca juga: Tak Dapat Bantuan Nakes dari Pemerintah Pusat, Pemprov DIY Rekrut Relawan
Stockholm telah meminta staf perawatan kesehatan tambahan dari militer Swedia, tetapi tak jelas apakah mereka memiliki sumber daya untuk membantu.
Swedia yang menghindari penguncian sejak awal pandemi, saat ini mungkin perlu meminta bantuan kepada negara tetangganya.
Terlepas dari kemajuan ilmiah yang memungkinkan petugas medis untuk lebih memahami dan mengobati Covid-19, tidak ada cukup profesional yang tersisa untuk mempraktikkan pengetahuan itu.
"Kami tidak memiliki staf untuk melakukannya. Krisis kesehatan yang dihadapi Swedia saat ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Riberio.
Masalah lain yang dihadapi petugas medis adalah ketidaksesuaian gaji dengan waktu bekerja selama krisis Covid-19.
Baca juga: 22 Nakes Positif Covid-19, Poli Rawat Jalan RSUD dr Moh Saleh Tutup 2 Hari
Sara Nordin, mantan asisten perawat di unit perawatan intensif pada Oktober 2020 lalu mengaku berhenti telah mengundurkan diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dengan gaji pokok sebesar 33.600 dollar AS yang didapatnya setahun.
"Saya berbicara dengan anggota pada Agustus yang mengatakan mereka akan mengundurkan diri karena itu satu-satunya cara untuk mendapatkan cuti dan memulihkan diri," jelas Ribeiro.
"Kami melihat tingkat penyakit yang tinggi, gejala kelelahan dan anggota yang telah terinfeksi," lanjutnya.
Kekhawatiran lainnya bagi Swedia adalah lebih banyak orang akan meninggal karena tidak cukup tenaga kesehatan profesional yang memenuhi syarat untuk merawat mereka.
"Dalam lingkungan kerja di mana Anda sangat lelah, risiko kesalahan meningkat. Kesalahan itu bisa menyebabkan pasien sekarat," tutup dia.
Baca juga: 42 Nakes di Satu Puskemas Positif Covid-19, Diduga Tertular dari Pasien
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.