KOMPAS.com - Publik belakangan ini diramaikan dengan adanya tren makanan yang diberi lapisan atau topping emas.
Seperti beberapa waktu lalu, chef Arnold yang membuat pop corn emas hingga viral mengenai Indomie goreng yang diberi topping emas.
Lantas, bagaimana emas-emas ini bisa dimakan?
Peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Joddy Arya Laksmono, menjelaskan emas adalah termasuk ke dalam logam nobel atau bisa dikatakan sebagai logam mulia.
Adapun, jenis logam mulia yang umumnya dipakai sebagai bahan penghias makanan adalah jenis emas atau perak.
Ia menyebut, penambahan logam mulia ini pada makanan hanyalah sebagai penghias.
“Seperti dilansir dari laman European Commission bahwa penambahan logam nobel pada makanan tidak memberikan nutrisi tertentu pada makanan tersebut,” terang Jody dihubungi Kompas.com, Jumat (4/12/2020).
Baca juga: Tren Makan Makanan dengan Topping Emas, Berbahayakah bagi Kesehatan?
Pihaknya mengatakan, tren yang ada meskipun tidak selalu, pembuatan logam mulia untuk bahan makanan ini adalah menggunakan teknologi nano yang kemudian mensintesa logam nobel ini menjadi berukuran nano partikel.
Namun tak hanya sebagai bahan makanan, emas maupun perak menggunakan cara ini dimanfaatkan pula untuk berbagai fungsi. Seperti antimikroba, bahan aditif kosmetik dan sebagainya.
Proses sintesis, Jody menjelaskan, dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
Baca juga: Foto Viral Menu Indomie Goreng Topping Emas 24 Karat di Dubai, Ini Penjelasan Indofood
Namun, Jody menekankan setiap pemrosesan menjadi ukuran nano ini tak hanya berpengaruh pada ukurannya saja. Akan tetapi, juga berpengaruh pada sifat material.
Oleh karena itu, material yang disintesis harus memiliki biaoaktivitas yang sesuai dengan dokumen material safety data sheet (MSDS).
Proses pengujian diperlukan guna mengetahui bagaimana interaksi antara nano logam nobel dengan tubuh makhluk hidup khususnya manusia.
“Pengujian bioaktivitas yang dilakukan biasanya adalah uji inhibitor pada enzim untuk mengetahui potensi aplikasi nano logam nobel tersebut. Selain itu, dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui ambang batas jumlah konsentrasi (dosis) yang diperkenankan yang tidak menimbulkan efek samping bahkan kematian,” jelasnya.
Baca juga: Kandungan Tempe yang Membuatnya Disebut Makanan Sehat
Jody mengatakan penambahan emas atau logam mulia lain dalam makanan tidak boleh sembarangan, harus melihat sejumlah syarat sebagai berikut:
Terakhir, Jody juga mengingatkan agar masyarakat lebih cerdas dalam menyikapi segala sesuatu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.