Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Pakar Pertanyakan Hasil Uji Klinis Vaksin Covid-19 AstraZeneca

Kompas.com - 27/11/2020, 13:02 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - AstraZeneca bersama Universitas Oxford menjadi salah satu pihak yang telah mengumumkan data awal hasil uji coba fase 3 terhadap kandidat vaksin virus corona.

Sebelumnya, terdapat Pfizer dan Moderna juga mengumumkan data awal dari uji coba fase 3 masing-masing kandidat vaksin Covid-19, dengan klaim efektivitas hingga 90 persen.

Dilansir CNN, Jumat (27/11/2020), AstraZeneca mengumumkan berdasarkan data awal dari uji coba fase 3, kandidat vaksinnya memiliki tingkat efektivitas rata-rata sebesar 70 persen.

Hasil ini melegakan banyak pihak, karena ada alternatif kandidat vaksin lain dengan tingkat efektivitas yang menjanjikan.

Namun, sejumlah pakar mempertanyakan sejumlah aspek dari data yang dipublikasikan AstraZeneca, terutama berkaitan dengan perbedaan dosis dan jumlah relawan uji coba.

Baca juga: AstraZeneca: Vaksin Corona Efektif 90 Persen dalam Uji Coba Tahap 3

Dua dosis berbeda

Pada Senin (23/11/2020), AstraZeneca memaparkan peserta uji coba fase 3 di Inggris mengikuti dua program vaksin Covid-19 yang berbeda.

Namun, pada waktu itu, AstraZeneca tidak menjelaskan alasan mereka menggunakan dua dosis vaksin yang berbeda atau alasan membagi peserta menjadi dua kelompok dengan jumlah peserta masing-masing kelompok yang jauh berbeda.

Kelompok pertama yang terdiri dari 2.741 relawan, awalnya menerima setengah dosis vaksin, dan kemudian menerima dosis penuh setelah satu bulan. Hasilnya, kelompok pertama 90 persen terlindung dari Covid-19.

Kelompok kedua yang terdiri dari 8.895 relawan, awalnya menerima satu dosis penuh vaksin, dan kembali menerima dosis yang sama setelah satu bulan. Hasilnya, kelompok kedua 62 persen terlindung dari Covid-19.

AstraZeneca kemudian berkesimpulan, tingkat efektivitas dari kandidat vaksin mereka secara rata-rata adalah 70 persen.

Namun, beberapa ilmuwan mempertanyakan alasan perusahaan itu melaporkan hasil gabungan dari dua uji coba yang berbeda. Pasalnya, hal tersebut menyimpang dari standar pelaporan uji klinis.

Baca juga: 5 Hal soal Vaksin AstraZeneca dan Oxford, dari Efektivitas hingga Harga

Kesalahan lab

Pertanyaan tambahan mengemuka, setelah pada Selasa (24/11/2020) Executive Vice President AstraZeneca Mene Pangalos mengatakan pada Reuters bahwa sebuah kesalahan lab telah menyebabkan sebagian relawan menerima dosis yang lebih kecil.

Dosis tersebut adalah yang terbukti 90 persen efektif.

"Alasan kami memberikan setengah dosis adalah kebetulan," kata Pangalos.

Dalam sebuah pernyataan, diberitakan CNN pada Rabu (25/11/2020), Manajer Komunikasi Program Vaksin Oxford mengatakan pemilihan dosis untuk setiap vaksin baru adalah sesuatu yang rumit.

Saat mengeksplorasi metode pemilihan dosis, tim peneliti ternyata memberikan satu dosis yang lebih rendah dari yang direncanakan.

Oxford menjelaskan lebih lanjut, pada Kamis (26/11/2020), bahwa perbedaan dalam proses manufaktur telah menyebabkan kesalahan tersebut.

Mereka menyebut masalah manufaktur itu telah diperbaiki. Otoritas Inggris yang mengawasi pun disebut telah setuju untuk memasukkan kedua pendekatan yang dilakukan dalam uji coba klinis fase 3.

Meski mendapat sejumlah kritik menyangkut transparansi uji klinis, Mene Pangelos dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal, Rabu (25/11/2020), bersikeras kesalahan itu tidak relevan.

"Bagaimanapun cara Anda melihat data, bahkan jika Anda hanya mempercayai data dari dosis penuh, kami masih memiliki efektivitas yang memenuhi ambang persetujuan, yakni lebih dari 60 persen," kata Pangalos.

Baca juga: Rusia Tawari AstraZeneca Uji Coba Vaksin Covid-19 Gabungan

Mempertanyakan efektivitas

Dilansir dari Reuters, Kamis (26/11/2020), perhatian utama para ilmuwan tertuju pada tingkat efektivitas 90 persen yang dihasilkan oleh salah satu kelompok relawan uji klinis AstraZeneca.

Para ilmuwan mengatakan, analisis sub-kelompok yang dilakukan AstraZeneca berpotensi menghasilkan pembacaan palsu.

"Analisis sub-kelompok dalam uji coba terkontrol secara acak selalu penuh dengan kesulitan," kata Paul Hunter, profesor kedokteran di Universitas East Anglia Inggris.

Dia mengatakan, secara khusus, analisis semacam itu meningkatkan risiko "kesalahan tipe 1" atau dengan kata lain vaksin dianggap efektif, padahal tidak.

Hal ini sebagian disebabkan karena jumlah peserta sangat berkurang dalam satu sub-kelompok. Sehingga lebih sulit untuk memastikan sebuah temuan tidak hanya karena perbedaan atau persamaan kebetulan di antara peserta.

"Untuk memiliki keyakinan pada hasil, setiap analisis subkelompok harus cukup didukung dengan sejumlah besar sukarelawan untuk dianalisis," kata Hunter.

Jumlah 2.741 relawan dalam kelompok pertama uji klinis AstraZeneca yang memberikan tingkat efektivitas di atas 90 persen, dinilai kecil.

Apalagi, jika dibandingkan puluhan ribu relawan yang terlibat dalam uji coba Pfizer dan Moderna, yang juga menghasilkan tingkat efektivitas di atas 90 persen.

Baca juga: Berapa Harga Vaksin Oxford-AstraZeneca yang Diklaim Murah?

Data kurang lengkap

Di luar tingkat efektivitas vaksin, data yang dirilis AstraZeneca juga hanya memberikan sedikit hal untuk dipelajari para ilmuwan. Tidak disebutkan berapa banyak infeksi yang terjadi pada masing-masing kelompok sukarelawan.

“Banyak pertanyaan yang belum terjawab,” kata Morgane Bomsel, pakar di Pusat Riset Ilmiah Nasional Prancis.

“Kami mendapat kesan bahwa mereka (AstraZeneca) secara selektif memilih data,” imbuhnya.

Moncef Slaoui, kepala penasihat ilmiah untuk program vaksin pemerintah AS, Operation Warp Speed, juga menyoroti kesenjangan usia relawan.

Dia mengatakan, tidak seorang pun di kelompok pertama yang mendapat setengah dosis, berusia lebih dari 55 tahun.

Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas vaksin dalam kelompok usia tua yang rentan tidak terbukti dalam data sementara yang dirilis AstraZeneca.

Dalam kelompok yang menerima dosis penuh, dia mencatat, orang tua turut dimasukkan sebagai relawan uji klinis.

"Ada sejumlah variabel yang perlu kita pahami, dan apa peran masing-masing variabel tersebut dalam mencapai perbedaan tingkat efektivitas,” kata Slaoui.

“Mungkin saja perbedaan (efektivitas) adalah perbedaan acak. Kecil kemungkinan, tapi masih mungkin terjadi,” imbuhnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com