Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Rasa Kemanusiaan Anakronis

Kompas.com - 22/11/2020, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI alam kenyataan masa kini, saya banyak belajar tentang apa yang disebut sebagai rasa kemanusiaan. Terkesan bahwa rasa kemanusiaan sudah anakronis alias ketinggalan zaman.

Kemanusiaan

Ketika terdorong rasa kemanusiaan, saya berusaha mencegah penggusuran terhadap rakyat miskin di Bukit Duri, saya langsung dihujat oleh para pendukung kebijakan penggusuran sebagai tua bangka bau tanah cari popularitas, sok baik, pelestari kemiskinan, penghambat pembangunan, ambisi masuk surga, memuakkan dan aneka hujatan lain-lainnya.

Lebih memprihatinkan adalah fakta bahwa para rakyat miskin sudah digusur masih dihujat sebagai sampah masyarakat, biang banjir, kriminal perampas tanah negara, tidak tahu diri sebab tidak mau disejahterakan, dan lain-lain hujatan yang menyakitkan.

Memalukan bahwa akibat tersengat efek-jera dihujat maka saya yang memang pengecut ini hanya berani dari kejauhan merasa ikut prihatin terhadap derita rakyat miskin dan masyarakat adat di pulau Komodo, Luar Batang, Sukomulyo, Kendeng, Kalimantan, Lampung, Kulon Progo, Papua dan lain-lain lokasi yang digusur atas nama pembangunan yang seharusnya bukan menyengsarakan namun menyejahterakan rakyat.

Makin memalukan adalah kenyataan saya hanya berani ikut merasa prihatin saja tanpa berani nyata turun ke lapangan membela rakyat dari angkara murka penindasan mereka yang berkuasa menindas.

Mengunjungi

Ketika mengunjungi para sahabat yang sedang berada di rumah tahanan akibat dikriminalkan atas berbagai tuduhan maka berbagai (tidak semua) pihak menghujat saya sebagai orang jahat karena bersahabat dengan orang jahat selaras aliran kepercayaan bahwa manusia dinilai dari siapa sahabatnya.

Meski coba menjelaskan bahwa saya sekadar ingin mematuhi ajaran kemanusiaan Yesus Kristus yang berkenan berkunjung ke rumah Zakeus yang berprofesi sebagai tukang pajak maka dibenci masyarakat Yerusalem, malah saya makin dihujat oleh beberapa (tidak semua) sesama umat Nasrani.

Saya dihujat sok suci maka lancang menyamakan diri dengan Yesus Kristus!

Fakta bahwa sebenarnya saya tidak berani menyamakan diri namun sekadar berupaya mematuhi ajaran kemanusiaan Yesus Kristus tentu saja total tidak digubris mereka yang maunya memang menghujat saya!

Maka pada masa pagebluk Corona, saya tidak berani mengunjungi para tertuduh pelanggar UU ITE yang ditahan serta diborgol lalu dipamerkan kepada para wartawan.

Bukan hanya khawatir ikut diborgol namun juga khawatir apabila saya mengunjungi sesama warga yang sedang dianggap bermasalah malah memperparah masalah para sesama warga yang dianggap bermasalah tersebut.

Juga bukan mustahil saya OTG (orang tanpa gejala) maka rawan menularkan Corona kepada mereka yang saya kunjungi. Silakan hujat alasan saya sebagai omong-kosong belaka!

Doa

Rasa kemanusiaan anakronis sebab sudah ketinggalan zaman?

Saya tidak berani menjawab sebab sadar diri cuma seorang insan rakyat jelata sama sekali tidak punya wewenang maka tidak berhak menjawab pertanyaan yang hanya boleh dijawab seorang yang berwenang menjawab pertanyaan terkait makna adiluhur terkandung pada sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Maka mohon dimaafkan bahwa dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk bersujud memanjatkan doa memohon Yang Maha Kasih berkenan melimpahkan anugerah kekuatan lahir-batin kepada para sesama warga Indonesia yang sedang menderita agar mampu sabar dan tegar melewati masa penderitaan mereka masing-masing. Amin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com