KOMPAS.com - Ibu kota India, Delhi, tengah berjuang melawan lonjakan kasus Covid-19 pada musim dingin karena suhu mengalami penurunan drastis dan polusi udara naik ke level yang berbahaya.
Dilansir dari Reuters, Jumat (13/11/2020), Delhi melaporkan 104 kematian baru dan 7.053 infeksi Covid-19 harian pada Kamis (12/11/2020).
Kementerian Kesehatan federal merilis data yang menunjukkan bahwa infeksi di negara itu naik sebanyak 44.789 dalam 24 jam terakhir.
Untuk kasus nasional, kematian India meningkat sebanyak 547 menjadi 128.668 kasus.
Angka ini menjadikan total kasus sebanyak 8,73 juta di India pada Jumat (13/11/2020).
Akibat tingginya infeksi ini, banyak rumah sakit di Delhi kehabisan tempat tidur untuk perawatan intensif dan tempat tidur untuk pasien Covid-19.
Mengetahui hal ini, Pengadilan Tinggi Delhi telah memerintahkan 33 rumah sakit swasta kota untuk mencadangkan 80 persen tempat tidur ICU untuk pasien virus corona.
Tenaga medis di sana menyebutkan, di rumah sakit kota, tempat tidur gratis terisi dari menit ke menit.
Baca juga: Saat Warga Desa Leluhur Kamala Harris di India Rayakan Kemenangan Pilpres AS
Selain meningkatnya kasus corona di Delhi, kota itu juga mengalami masalah mengenai kualitas udara.
Pemerintah federal telah meminta Delhi untuk menyiapkan sumber daya untuk menangani hingga 15.000 kasus sehari selama musim dingin, apalagi polusi tengah memuncak di kota dan permasalahan pernapasan melonjak.
Kualitas udara kemungkinan akan memburuk pada akhir pekan karena ribuan petasan dinyalakan saat festival Diwali.
Mengutip BBC, JUmat (13/11/2020), Delhi telah melarang penjualan dan penggunaan kembang api.
Para pejabat juga telah mengingatkan soal jarak sosial tetapi kerumunan yang memadati pasar di kota telah menimbulkan kekhawatiran.
Pihak berwenang menemukan, tingkat infeksi yang tinggi di antara pemilik toko di beberapa pasar. Lokasi ini berisiko menjadi hotspot atau pusat infeksi virus corona.
"Ada dua pasien lansia yang terinfeksi, saya harus menunggu lebih dari 20 jam untuk mendapatkan tempat tidur," ujar seorang dokter di Delhi, Dr Joyeeta Basu.