NAMA negara yang pernah diharumkan seorang Muslim bernama Zinedine Zidane—dengan menjuarai ajang Piala Dunia (1998) dan Piala Eropa (2002), kini tercoreng-moreng lagi dengan prilaku pemimpinnya yang tak pantas ditiru.
Presiden mereka melontarkan kecaman tak berdasar pada Islam, lantaran api yang mereka sulut dari kesalahpahaman. Bukan cuma sekali Perancis cari perkara. Dulu pernah ada Charlie Hebdo, dan masih ada catatan lain yang sengaja tidak kami sertakan dalam risalah ini.
Supaya duduk perkara menjadi jelas, perlu diketahui bahwa Perancis adalah sebuah negara laicite (sekular) karena kebebasan beragama rakyatnya murni hak konstitusional. Kendati, beberapa organisasi relijius seperti Saintologi, Anak Tuhan, Penyatuan Gereja, dan Orde Ksatria Matahari, dianggap sebagai pemujaan.
Menurut Eurobarometer Poll (2005), 34 persen warga Perancis menanggapi bahwa mereka mempercayai adanya Tuhan. Sementara 27 persen menjawab mereka percaya suatu jenis ruh atau kekuatan yang hidup, dan 33 persen menyatakan mereka tidak percaya keduanya—termasuk Tuhan.
Survei lain menyatakan, 32 persen penduduk Perancis mengaku ateis, dan 32 persen lainnya meragukan keberadaan Tuhan, tetapi bukan ateis. Membingungkan bukan?
Konsep sekularisme dicanangkan di Perancis sejak 1905. Maka pemerintah mereka secara legal menolak pengakuan agama apa pun (kecuali peraturan seperti ulama militer dan Alsace-Moselle).
Sementara itu, Perancis mengakui organisasi religius, sesuai kriteria hukum formal yang tidak menggunakan doktrin keagamaan. Sebaliknya, organisasi relijius harus merelakan campur tangan pemerintah dalam pembuatan kebijakan.
Ketegangan sering terjadi mengenai diskriminasi tuduhan terhadap kaum minoritas, khususnya terhadap Muslim. Banyak versi mengenai jumlah Muslim di Perancis hingga saat ini.
Dalam buku yang diterbitkan oleh Badan Intelijen Pusat Amerika (CIA), CIA World Factbook, menerangkan, ada sekitar 5-10 persen populasi Muslim di Perancis. Sekitar 6,5 juta jiwa dari 64,5 juta jumlah penduduk.
Nah, daripada kita bertungkus lumus dalam perkara yang sama terus menerus, lebih baik kita renungkan lagi apa yang sesungguhnya harus dilakukan. Mari sejenak kita kembali ke masa di mana Rasulullah Muhammad Saw pernah hidup.
Usai menerima Wahyu perdana (QS. Al ‘Alaq [96]: 1-5) dan menyampaikannya secara tersembunyi, Beliau pun menerima (QS. asy Syu’ara [26]: 214) yang berisi, “dan berilah peringatan kepada para kerabatmu terdekat.” Lalu pada hari yang lain, Muhammad putra Abdullah pun naik ke bukit Shafa. Menyeru orang Quraisy berkumpul.
“Sekiranya sekarang aku berkata bahwa, musuh akan menyerang kalian pagi ini atau sore nanti, apakah kalian akan memercayainya?”
Tanpa dikomando, mereka serentak menjawab, “Ya!” Dasarnya sederhana saja. Bagi mereka, Muhammad adalah manusia paling jujur serta luhur budi pekertinya di antara mereka.
Setelah jawaban tersebut, Rasul berkata lagi, “Sungguh aku sekarang hendak memberi peringatan kepada kalian tentang akan datang adzab yang pedih.”