KOMPAS.com - Erupsi hebat terjadi di Gunung Merapi terjadi sepuluh tahun lalu, 26 Oktober 2010.
Letusan dari gunung yang memiliki ketinggian 2.968 meter ini menewaskan ratusan warga, salah satunya adalah sang juru kunci gunung, mbah Maridjan.
Diberitakan Harian Kompas pada 26 Oktober 2010, sebelum erupsi, Gunung Merapi dinaikkan statusnya dari siaga menjadi awas.
Peningkatan ini membuat 40.000 warga yang tinggal di kawasan rawan bencana III atau dalam radius 10 kilometer dievakuasi.
Peningkatan aktivitas gunung diiringi dengan terlihatnya kawanan kera dan burung turun dari hutan ke kebun-kebun penduduk di Kabupaten Boyolali.
Tak hanya itu, warga di Dusun Karangbutan, Desa Sidorejo, Klaten, juga merasakan adanya peningkatan suhu udara.
Baca juga: BPPTKG Sebut Erupsi Merapi Selanjutnya Makin Dekat, Tak Sebesar Letusan 2010
Meski status menjadi awas, juru kunci Gunung Merapi saat itu mbah Marijan, tetap beraktivitas normal.
Mbah Marijan yang dilantik Sultan Hamengku Buwono (HB) IX sebagai juru kunci Gunung Merapi pada 1983 itu enggan meninggalkan desanya.
Padahal, Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, hanya berjarak kurang lebih 4 km dari puncak Merapi.
Erupsi Gunung Merapi pun merenggut nyawa mbah Marijan. Ia ditemukan meninggal di rumahnya.
Baca juga: Ada Peningkatan Aktivitas Kegempaan Hybrid di Merapi, Apa Artinya?
Gunung Merapi tercatat mengalami tiga kali erupsi pada 26 Oktober 2010, yakni pukul 18.10, pukul 18.15, dan pukul 18.25 WIB.
Peristiwa letusan diikuti hujan abu di sekitar lereng Merapi, terutama di Kabupaten Sleman, Magelang, dan Klaten.
Erupsi yang terjadi saat itu lebih besar dibandingkan erupsi pada 2006, dengan energi yang keluar lebih besar.
Dikutip dari Tribun Jogja, letusan Gunung Merapi pada 2010 mengakibatkan sebanyak 337 orang meninggal dunia, serta puluhan desa juga porak poranda, dan ratusan ribu orang diungsikan.
Baca juga: Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Warga Lereng Gunung Merapi