KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Pengetatan di DKI Jakarta akan berakhir pada hari ini, Minggu (11/10/2020), setelah sebelumnya dilakukan perpanjangan selama 2 minggu.
Sebelumnya, perpanjangan PSBB di DKI Jakarta dilakukan karena angka kasus positif Covid-19 yang berpotensi kembali meningkat apabila dilakukan pelonggaran.
Seperti diberitakan Kompas.com, 24 September 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan, kasus belum menunjukkan penurunan signifikan pada pemberlakuan PSBB Pengetatan di dua minggu pertama, sehingga perpanjangan perlu dilakukan.
Baca juga: Pengetatan PSBB Jakarta Diperpanjang hingga 11 Oktober 2020
Setelah berakhir pada hari ini, belum diketahui apakah PSBB di DKI Jakarta akan kembali diperpanjang.
Sementara, ada situasi di Ibu Kota yang perlu jadi perhatian mengingat dalam beberapa terakhir di Jakarta digelar sejumlah aksi dengan jumlah massa yang cukup besar terkait penolakan pengesahan omnibus law UU Law Cipta Kerja.
Berkumpulnya massa dalam jumlah besar dikhawatirkan berpotensi meningkatkan angka kasus infeksi virus corona.
Bagaimana pakar epidemiologi memandang hal ini?
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono menyebutkan, DKI Jakarta harus melakukan upaya yang bisa menekan angka infeksi.
"Enggak bisa selesai (PSBB Pengetatan), harus dilakukan PSBB lokal," kata Miko saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/10/2020).
Menurut dia, langkah ini satu-satunya jalan yang bisa ditempuh DKI Jakarta untuk mengendalikan penyebaran virus corona.
"Masalahnya PSBB (Pengetatan) yang kedua ini tekanan pemerintah pusat itu berat sekali kepada Jakarta. Jadi, Jakarta seharusnya melakukan PSBB provinsi tapi kan tekanan pemerintah pusat, campur tangannya ikut-ikutan banget, karena Jakarta adalah pusat bisnis, Jakarta adalah ibu kota provinsi, Jakarta adalah episentrum, menumpuk semua di Jakarta, maka tekanan pusat pun akan besar terhadap Jakarta," papar Miko.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melambat, Anies Kembali Berlakukan PSBB Transisi Selama Dua Pekan
Dengan situasi seperti ini, menurut dia, pembatasan dengan skala lokal (RT/RW,kelurahan, dan kecamatan) sudah harus dilakukan.
Hanya saja, tidak ada indikator yang bisa digunakan untuk cakupan wilayah ini.
"Kalau PSBL itu enggak ada indikatornya. Indikator (Satgas) itu hanya dibuat untuk kotamadya/kabupaten, jadi kecamatan pun enggak ada (zona) merah, jingga, oranye, kuning, atau hijau," ujar Miko.
Ia mengatakan, Pemprov DKI Jakarta perlu membuat indikator tersendiri untuk lingkup wilayah yang lebih kecil ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.