Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Catatan Kritis untuk Omnibus Law UU Cipta Kerja

Kompas.com - 07/10/2020, 07:10 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - DPR dan Pemerintahan Joko Widodo kembali mengesahkan undang-undang yang menuai kontroversi.

Terbaru, pada Senin (5/10/2020), DPR dan pemerintah mengesahkan omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU baru yang banyak mendapat sorotan dan kritikan publik.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti memberikan sejumlah catatan kritis soal UU Cipta Kerja tersebut.

Pertama, menurut dia, dari segi metode, omnibus law membuat publik cenderung lebih sulit memahami apa yang sebenarnya diatur secara konkret diatur dalam undang-undang itu.

"Misalnya soal ketenagakerjaan. Kita enggak tahu kalau ini bahaya, hanya karena UU Cipta Kerja bilang beberapa poin dalam Pasal 59 dihapus," kata Bivitri kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

"Metode omnibus law ini membuat ada sekitar 70-an UU yang diatur dengan cara seperti itu. Jadi, secara prinsipil dia menyembunyikan hal-hal yang penting," lanjut dia.

Baca juga: Kenapa Pemerintah dan DPR Ngotot Mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja?

Kedua, Bivitri menganggap UU Cipta Kerja menyembunyikan isu sebenarnya dari undang-undang itu, sehingga publik akan berprasangka penciptaan lapangan kerja dan perburuhan.

Padahal, isi dari UU tersebut adalah kemudahan berusaha dengan asumsi akan mengundang investor masuk ke Indonesia.

Jika investor masuk Indonesia, diasumsikan bahwa lapangan kerja akan tercipta.

"Sehingga UU ini menyembunyikan aslinya bahwa dia memberikan karpet merah kepada investor dengan mengorbankan hak asasi manusia, salah satunya hak buruh dan hak atas lingkungan hidup yang sehat," kata Bivitri.

Ketiga, proses pembentukan UU Cipta Kerja, menurut Bivitri, inkonstitusional dan melanggar prinsip demokrasi yang substantif.

Menurut dia, fakta bahwa penolakan permintaan Fraksi Partai Demokrat dan PKS agar dilakukan voting oleh pimpinan sidang menggambarkan praktik demokrasi yang keliru.

Baca juga: Beda Aturan PHK di UU Ketenagakerjaan dan Omnibus Law Cipta Kerja

Selain itu, proses pembentukan UU Cipta Kerja jauh dari transparan.

"Kita tahu proses pembentukan UU itu kan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Di semua tahapan sampai pembahasan harusnya trasparan, menurut UU 12 Tahun 2011," tutur dia.

"Kenyataannya kan tidak begitu. Penyusunannya tidak ada partisipasi apa pun, bahkan RUU-nya ditutup, wartawan juga tidak bisa dapat. Baru februari 2020 ketika pembahasan dimulai, itu dibuka," lanjut Bivitri.

Selain itu, Bivitri menilai, pemerintah telah mengelabui rakyat dengan mempercepat sidang paripurna yang sebelumnya dijadwalkan pada 8 Oktober 2020.

"Kita juga ditipu, dibilang tanggal 8 Oktober mau paripurna, ternyata kemarin sudah. Hari Sabtu malam-malam juga sudah disetujui tingkat I. ini secara substantif salah," kata dia.

Baca juga: Disahkan, Ini Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com