Sejak saat itu, deksametason telah digunakan secara luas di bangsal perawatan intensif yang merawat pasien infeksi virus corona di beberapa negara.
Seorang profesor kedokteran dan epidemiologi di Universitas Oxford, Martin Landry, yang terlibat mengerjakan uji coba deksametason mengatakan, hasil penelitian ini mengartikan dokter rumah sakit di seluruh dunia dapat dengan aman beralih menggunakan obat-obatan ini untuk menyelamatkan nyawa.
Sampai temuan mengenai deksametason pada Juni tersebut, tidak ada pengobatan efektif yang terbukti mengurangi tingkat kematian pada pasien dengan Covid-19.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Remdesivir, Obat Covid-19 yang Diberikan kepada Donald Trump
Di sisi lain, remdesivir Gilead Sciences Inc, pada Mei telah diizinkan regulator Amerika Serikat untuk digunakan pada pasien Covid-19 yang sakit parah, setelah data percobaan menunjukkan obat antivirus membantu mempersingkat waktu pemulihan di rumah sakit.
Seorang profesor Imperial College London, Anthony Gordon, yang turut dalam analisis, mengatakan hasilnya menjadi kabar baik bagi pasien Covid-19 dalam kondisi kritis, namun tidak akan cukup mengakhiri wabah atau memudahkan tindakan pengendalian infeksi.
Dalam panduan WHO, ditegaskan bahwa kortikosteroid hanya boleh digunakan dalam pengobatan pasien Covid-19 kondisi parah dan bukan pada kasus yang ringan.
Hal ini dikarenakan, pengobatan tidak akan membawa manfaat dalam kasus yang lebih ringan, bahkan terbukti berbahaya.
Lebih lanjut, efek samping deksametason dapat mencakup perubahan suasana hati, osteoporosis, hingga kehilangan ingatan.
Obat ini juga tidak boleh diberikan sembarangan kepada orang dengan penyakit tertentu seperti penderita hipertensi, sakit gula, dan infeksi bakteri atau virus.
Sementara badan kesehatan PBB, mendesak negara-negara cukup mempertahankan stok kortikosteroid dan tidak menyimpannya secara berlebih yang dapat menghalangi akses negara lain.