Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masuk 10 Negara Produsen Emas Terbesar, Berapa Banyak Emas yang Tersisa di Bumi?

Kompas.com - 04/10/2020, 16:30 WIB
Mela Arnani,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga emas merangkak naik di tengah terjadinya pandemi virus corona, meskipun sempat mengalami penurunan.

Kenaikan harga emas diproyeksi masih akan terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan.

Emas sangat diminati banyak orang sebagai investasi, simbol status, hingga digunakan sebagai komponen kunci dalam banyak produk elektronik.

Sementara dengan kenaikan harga yang ada, memunculkan pertanyaan mengenai pasokan logam mulia ini sampai waktu habisnya.

Mengingat, sumber daya emas terbatas dan pada akhirnya akan datang masa di mana tidak ada lagi yang tersisa untuk ditambang.

Baca juga: Mengapa Harga Emas Cenderung Terus Naik?

Indonesia

Melansir BBC, Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai sumber emas terbesar di dunia.

Sumber emas terbesar dalam sejarah adalah Witwatersrand Basin di Afrika Selatan, di mana menyumbang sekitar 30 persen dari semua emas yang pernah ditambang.

Sumber utama emas lainnya termasuk tambang Mponeng yang sangat dalam di Afrika Selatan, tambang Super Pit dan Newmont Boddington di Australia, tambang Grasberg Indonesia, dan tambang di Nevada Amerika Serikat.

Saat ini, China merupakan penambang emas terbesar di dunia, sedangkan Kanada, Rusia, dan Peru menjadi produsen utama.

Baca juga: Investasi Vs Menabung, Mana yang Cocok bagi Milenial dengan Gaji Pas-pasan?

Dalam hal perusahaan, Nevada Gold Mines yang mayoritas dimiliki oleh Barrick Gold, kompleks penambangan emas tunggal terbesar di dunia, memproduksi sekitar 3,5 juta ons setahun.

Para ahli mengungkapkan, meski tambang emas baru masih ditemukan, penemuan deposit besar menjadi semakin langka.

Sehingga, sebagian besar produksi emas saat ini berasal dari tambang tua yang telah digunakan selama beberapa dekade.

Berikut sepuluh negara dengan tambang emas terbesar di dunia.

1. Nevada Gold Mine, Amerika Serikat (115.8 ton)
2. Muruntau, Uzbekistan (66 ton)
3. Olimpiada, Rusia (43.2 ton)
4. Pueblo Viejo, Republik Dominika (30.6 ton)
5. Lihir, Papua New Guinea (27.4 ton)
6. Cadia Valley, Australia (27.1 ton)
7. Grasberg, Indonesia (26.8 ton)
8. Kibali, DR Kongo (25.3 ton)
9. Loulo-Gounkoto, Mali (22.2 ton)
10. Boddington, Australia (21.9 ton)

Baca juga: Emas Cenderung Naik Saat Terjadi Ketidakpastian Ekonomi, Mengapa?

Berapa yang tersisa?

Menurut World Gold Council, produksi tambang emas mencapai 3.531 ton pada 2019, satu persen lebih rendah dibandingkan 2018. Ini merupakan penurunan produksi tahunan pertama sejak 2008.

Para ahli memperkirakan, akan terjadi penurunan produksi emas secara bertahap selama beberapa dekade.

Perusahaan pertambangan memperkirakan volume emas yang tersisa di tanah dengan dua cara, cadangan dan sumber daya.

  • Cadangan, emas yang ekonomis untuk ditambang pada harga emas saat ini
  • Sumber daya, emas yang berpotensi menjadi ekonomis untuk ditambang setelah penyelidikan lebih lanjut atau pada tingkat harga yang lebih tinggi

Volume cadangan emas dapat dihitung lebih akurat daripada sumber daya, meskipun ini tidak mudah.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Bongkahan Emas The Welcome Stranger Ditemukan di Australia

Menurut survei geologi AS, stok cadangan emas di bawah permukaan saat ini diperkirakan sekitar 50.000 ton.

Sebagai perbandingan, sekitar 190.000 ton emas telah ditambang secara total, walau perkiraannya bervariasi.

Berdasarkan angka kasar tersebut, ada sekitar 20 persen yang masih harus ditambang. Tapi, ini merupakan target yang bergerak.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Kucing Emas, Spesies Langka yang Hampir Terancam Punah

Teknologi baru memungkinkan mengekstraksi beberapa cadangan yang saat ini diketahui tidak ekonomis untuk diakses.

Inovasi terbaru termasuk big data hingga smart data mining, berpotensi dapat mengoptimalkan proses dan menurunkan biaya.

Robotika sudah digunakan di beberapa lokasi dan diharapkan semakin menjadi teknologi standar dalam eksplorasi tambang.

Baca juga: Ingin Menabung Emas? Simak 5 Keuntungan Investasi Emas Berikut Ini

Lebih sulit menambang?

Penambangan skala besar sangat padat modal, memerlukan banyak mesin dan keahlian untuk menambang area yang luas di dalam dan di bawah permukaan.

Saat ini, sekitar 60 persen dari operasi pertambangan dunia merupakan tambang permukaan, sedangkan sisanya merupakan tambang bawah tanah.

"Penambangan semakin sulit dalam arti banyak tambang besar, berbiaya rendah, dan yang lebih tua seperti di Afrika Selatan, hampir habis," ujar Mr Norman.

"Tambang emas China di sisi lain jauh lebih kecil. Karenanya memiliki biaya yang lebih tinggi," lanjutnya.

Masih relatif sedikit wilayah yang tersisa belum dijelajahi untuk penambangan emas, meskipun kemungkinan yang paling menjanjikan ada di beberapa bagian dunia seperti Afrika Barat.

Baca juga: Indonesia Bersiap Alami Resesi Ekonomi, Ini Dampaknya bagi Masyarakat

Rekor tertinggi

Meskipun harga emas mencapai rekor tertinggi pada Agustus lalu, hal ini tidak otomatis mengartikan adanya peningkatan aktivitas penambangan emas.

Faktanya, perubahan produksi tambang emas seringkali memperlambat perubahan harga emas yang sangat signifikan.

"Mengingat skala operasi yang terlibat, perlu waktu untuk mengubah rencana tambang sebagai respons terhadap perubahan faktor eksternal, seperti harga emas," jelas Brandstaetter.

Selain itu, rekor harga telah terjadi selama lockdown akibat Covid-19, membuatnya lebih sulit untuk ditambang, karena situs atau sebagiannya ditutup dalam rangka menekan penyebaran virus.

Kenaikan harga sebenarnya didorong oleh pandemi karena investor memandang emas sebagai aset yang lebih aman saat terjadinya ketidakpastian ekonomi.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com