Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Yakin Pilkada Tak Jadi Klaster Baru Covid-19, Epidemiolog: Tidak Ada yang Bisa Menjamin

Kompas.com - 26/09/2020, 08:06 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan yakin Pilkada Serentak 2020 tidak akan menjadi klaster penularan Covid-19.

Menurut Luhut, Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu akan membuat aturan yang lebih tegas untuk mencegah timbulnya kerumunan.

Luhut menyebutkan, sejumlah ketentuan akan diubah dalam aturan Pilkada Serentak 2020, misalnya, pada masa kampanye nanti.

Hal itu disampaikan Luhut dalam acara Mata Najwa, Rabu (23/9/2020). Kompas.com telah meminta izin Najwa Shihab untuk mengutip hasil wawancaranya dengan Luhut.

Baca juga: Luhut Yakin Pilkada Tak Akan Jadi Klaster Penularan Covid-19

Tidak ada jaminan

Menanggapi pernyataan Luhut, ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai, tidak ada yang bisa menjamin penyelenggaraan pilkada tidak akan memicu penularan Covid-19. 

"Tidak ada jaminan soal keyakinan Pak Luhut itu. Sekali lagi, enggak ada jaminan walau sudah dibuat aturan seaman mungkin, saya kira partai-partai tidak akan mengikuti atau menerapkan aturan itu," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

"Memangnya mau diikuti aturannya? Dibaca juga enggak. Memang ketua partai mau mengikuti aturan? Enggak juga. Ini semua kan demi kekuasaan saja," lanjut Pandu.

Sejak awal, ia berpandangan agar pelaksanaan pilkada ditunda sementara waktu. Namun, pemerintah menyatakan tidak ada penundaan pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. 

"Saya sedari awal kan sudah menentang, minta pilkada ini ditunda dulu. Saya enggak percaya sama dia. Superman saja enggak bisa menjamin, apalagi Pak Luhut," kata Pandu.

Baca juga: Luhut Sebut Perlu Pengetatan Protokol Kesehatan di Bodetabek

Belum bisa mengendalikan pandemi

Warga melintas di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di Petamburan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Mural tersebut dibuat untuk mengingatkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas karena masih tingginya angka kasus COVID-19 secara nasional. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.ANTARA FOTO/Aprillio Akbar Warga melintas di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di Petamburan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Mural tersebut dibuat untuk mengingatkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas karena masih tingginya angka kasus COVID-19 secara nasional. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Pandu mengingatkan, kondisi Indonesia saat ini belum berhasil mengendalikan pandemi virus corona.

Kondisi di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan negara lain yang dianggap sukses menyelenggarakan pesta demokrasi di masa pandemi.

Negara-negara itu, seperti Singapura, sudah berhasil mengendalikan penyebaran virus corona.

Menurut dia, muncul narasi bahwa tidak ada yang tahu kapan pandemi ini kapan berakhir,. Hal ini pula yang dijadikan argumentasi kuat bahwa pilkada harus tetap berjalan.

"Tapi Jubir Presiden mengatakan, tidak ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir, ya betul. Pandemi ini berakhirnya lama. Mungkin 3-5 tahun, Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya itu, pandeminya belum terkendali," jelas Pandu.

Ia mengatakan, pemerintah juga harus memperhatikan keamanan dan keselamatan rakyat, yang sama pentingnya dengan hak konstitusi.

Ada beberapa hal yang harus jadi perhatian jika pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi.

Pertama, tingkat partisipasi akan rendah karena masyarakat takut untuk keluar.

Kedua, kemungkinan terburuk akan ada calon kepala daerah yang terinfeksi Covid-19.

"Sekarang saja kan ada beberapa yang tidak bisa ikut prosesi pengundian nomor urut karena positif Covid-19 dan harus diisolasi sehingga tidak optimal kan," kata Pandu.

Baca juga: UPDATE 25 September: Ada 112.082 Suspek Terkait Covid-19 di Indonesia

Tak hanya para pasangan calon, panitia pemungutan suara baik dari KPU, Bawaslu dan pihak-pihak terkait lainnya dimungkinkan ikut terpapar Covid-19 karena mereka yang bertugas di lapangan.

Dari sederet kekhawatiran di atas, menurut dia, dapat membuat kualitas pilkada menjadi tidak sesuai harapan dan tidak optimal.

"Jadi kualitas pilkadanya tidak sesuai dengan harapan kita bersama karena situasinya dimana pandeminya belum terkendali. Saya ucapkan lagi, pandeminya belum terkendali," kata andu.

Jika pandemi sudah terkendali, pemerintah harus mencabut kedaruratan kesehatan.

Selama darurat kesehatan belum dicabut, Pandu menyarankan lebih baik pilkada ditunda.

"Kalau benar (pilkada) akan dilakukan, potensi penularan akan meningkat," kata Pandu.

Baca juga: 20 Negara dengan Angka Kematian Akibat Corona Tertinggi, Indonesia Peringkat Berapa?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Pencegahan Penularan Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Tren
Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Tren
Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Tren
'Tertidur' Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

"Tertidur" Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

Tren
Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tren
Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Tren
Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Tren
Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Tren
Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Tren
Viral, Video Truk Melaju Tak Terkendali Tanpa Sopir di Tol Kalikangkung, Ini Kronologinya

Viral, Video Truk Melaju Tak Terkendali Tanpa Sopir di Tol Kalikangkung, Ini Kronologinya

Tren
Kemenkes Catat Kasus Kematian DBD Naik Nyaris 3 Kali Lipat Dibandingkan 2023

Kemenkes Catat Kasus Kematian DBD Naik Nyaris 3 Kali Lipat Dibandingkan 2023

Tren
5 Fakta Seputar Gunung Ruang Meletus, Berpotensi Tsunami

5 Fakta Seputar Gunung Ruang Meletus, Berpotensi Tsunami

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com