Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar masker buatan sendiri dijadikan sebagai upaya terakhir untuk mencegah paparan virus.
Sebuah penelitian lain menunjukkan adanya masker buatan sendiri yang memiliki tingkat keefektifan mendekati masker N95 atau masker bedah.
Dipublikasikan dalam jurnal American Chemical Society (ACS), sebuah studi dilakukan untuk mengukur tingkat efektifitas beberapa kain, termasuk katun, sutra, flanel, berbahan sintetis, dan kombinasinya.
Meski efektivitas penyaringan berbagai kain ketika satu lapisan berkisar antara 5 sampai 80 persen untuk partikel berukuran >300 nm dan 5 sampai 95 persen untuk partiker <300 nm, tapi tingkat efektivitasnya meningkat ketika digunakan dalam beberapa lapis atau menggunakan kombinasi kain yang berbeda.
Efektivitas penyaringan dari hibrida (seperti kapas-sutra, kapas-sifon, kapas-flanel) adalah lebih dari 80 persen untuk partikel <300 nm dan lebih dari 90 persen untuk partikel >300 nm.
Menurut peneliti, peningkatan kinerja hibrida ini kemungkinan disebabkan oleh efek gabungan dari filtrasi berbasis mekanis dan elektrostatis.
Kapas, bahan yang paling banyak digunakan untuk masker kain, berkinerja lebih baik pada kerapatan tenunan yang lebih tinggi (yaitu jumlah benang) dan dapat membuat perbedaan yang signifikan dalam efisiensi penyaringan.
Dalam studi ini juga disebutkan bahwa celah dalam pemasangan masker buatan sendiri dapat menurunkan kinerja masker lebih dari 60 persen.
Baca juga: Ahli: Wajib Pakai Masker di Rumah Jika Tak Patuh Protokol Kesehatan Saat di Luar
Dengan penampilan masker kain yang lebih bervariasi, masker kain yang terbuat dari kantong penyedot debu bisa menjadi alternatif yang efektif untuk mengurangi risiko infeksi.
Tingkat efektivitas kantong penyedot debu diikuti oleh masker yang terbuat dari handuk, teh, sarug bantal, sutra, dan kaus katun.
Namun, efektivitas penggunaan masker kain akan terbukti ketika terdiri dari 2-3 lapisan, seperti hasil studi yang diterbitkan jurnal Medrix.
Dikutip dari Business Insider, 6 September 2020, scarf atau bandana memiliki kinerja terburuk untuk menghalangi paparan virus.
Dalam sebuah studi, scarf hanya mampu mengurangi risiko infeksi sebesar 44 persen setelah mereka berbagi kamar dengan orang yang terinfeksi selama 30 detik.
Bahkan, setelah 20 menit, scarf hanya mampu mengurangi risiko infeksi sebesar 24 persen.