KOMPAS.com - Kabar duka menyelimuti bangsa Indonesia, tokoh sekaligus jurnalis senior Jakob Oetama meninggal dunia pada Rabu (9/9/2020).
Pria yang juga salah satu pendiri Kompas Gramedia dan Pemimpin Utama Harian Kompas tersebut meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.
Jakob meninggal dunia pada usia 88 tahun.
Baca juga: Tutup Usia, Berikut Profil dan Perjalanan Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama
Dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir, sejak kecil, Jakob sejatinya bercita-cita sebagai seorang guru, jauh dari dunia industri media seperti yang kini ia tekuni hingga tiada.
Cita-cita Jakob tersebut dilatarbelakangi oleh profesi sang ayah, Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo, yang menjadi seorang guru.
Adapun ayah Jakob merupakan seorang guru Sekolah Rakyat (SR) yang selalu berpindah tugas.
Singkat cerita, setelah lulus dari seminari menengah atau sekolah calon pastor setingkat SMA, Jakob sempat menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke seminari tinggi.
Namun, Jakob hanya menjalani masa studi di seminari tinggi sekitar tiga bulan saja.
Baca juga: Jakob Oetama, Sang Guru yang Meninggalkan Warisan Jurnalisme Makna
Semenjak saat itu, Jakob memutuskan untuk merantau ke Jakarta guna mewujudkan cita-citanya menjadi guru seperti sang ayah.
Sesampainya di Jakarta, Jakob diminta untuk menemui kerabat sang ayah yang bernama Yohanes Yosep Supatmo pada 1952.
Untuk diketahui, Supatmo bukanlah guru, tetapi baru saja mendirikan Yayasan Pendidikan Budaya yang mengelola sekolah-sekolah budaya.
Jakob mendapat pekerjaan, tapi bukan di sekolah yang dikelola Supatmo.
Dia mengajar di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat pada 1952 hingga 1953. Kemudian, Jakob pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta pada 1953-1954.
Baca juga: Mengenang Papa T Bob, Pencipta Lagu Anak yang Populer di Era 90-an
Lalu, dia pindah lagi ke SMP Van Lith di Gunung Sahari pada 1954-1956. Sambil mengajar SMP, Jakob melanjutkan pendidikan tingkat tinggi.
Dia memilih kuliah B-1 Ilmu Sejarah, lalu melanjutkan ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga lulus pada 1961.
Belajar sejarah menumbuhkan minat Jakob untuk menulis.
Persentuhannya dengan jurnalistik terjadi ketika dia mendapat pekerjaan sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur.
Karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta.
Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib
Pada 1963, bersama rekan terbaiknya, Almarhum Petrus Kanisius Ojong (P.K. Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia.
Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965.
Diberitakan Kompas.com (27/9/2016), Intisari menjadi buah pertama yang dihasilkan dari duet Jakob Oetama-PK Ojong.
Duet ini nantinya melahirkan Harian Kompas, juga grup Kompas Gramedia.
Mengenai Ojong, dari sosok itu juga Jakob belajar banyak untuk menjadi seorang wartawan.
Ojong menjadi salah satu sosok yang membuatnya mendapat "pencerahan", dan tidak membuat dia menyesal telah memilih jalan sebagai seorang wartawan.
Baca juga: Mengenang Kurt Cobain, Ikon Musik Rock Modern
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.