KOMPAS.com - Laporan rutin terbaru dari London School of Economics and University College London menunjukkan seperempat kasus kematian akibat virus corona di Inggris dan Wales dialami pasien dengan demensia.
Sementara, persentase kematian Covid-19 dengan kondisi demensia adalah sebesar 31 persen dan di Italia 19 persen.
Dilansir The Guardian, Selasa (1/9/2020), penelitian tersebut mengungkapkan hingga 75 persen kematian yang terjadi secara global di fasilitas perawatan adalah pasien yang memiliki demensia.
Data-data dalam penelitian tersebut diperbarui secara berkala di sembilan negara, yaitu Inggris, Spanyol, Irlandia, Italia, Australia, Amerika Serikat (AS), India, Kenya, dan Brazil.
Studi tersebut mengungkapkan usia merupakan faktor risiko terbesar demensia dan orang-orang lanjut usia untuk menjadi kelompok berisiko terpapar virus corona.
Data menunjukkan, 86 persen dari seluruh kematian Covid-19 terjadi pada orang-orang berusia 65 ke atas.
Organisasi Penyakit Internasional Alzheimer (ADI) menyatakan masyarakat global harus membentuk sebuah rencana aksi untuk melindungi orang-orang dengan demensia.
Baca juga: Strain Virus Corona yang Lebih Menular Terdeteksi di Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?
Selain itu, data-data terkait tingkat kematian Covid-19 yang tinggi sangat diperlukan secara lengkap dan terbaru.
"Kami butuh transparansi. Pemerintah harus memasukkan demensia ke dalam rencana respons Covid-19 untuk melindungi jutaan orang yang terkena dampak demensia secara global," kata Kepala Eksekutif ADI, Paola Barbarino.
Menurut dia, data-data yang muncul, termasuk temuan dari laporan LSE dan UCL ini menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk itu, pemerintah perlu untuk segera bertindak.
"Orang-orang dengan demensia terdampak secara tidak proporsional dengan adanya pandemi ini dan terancam dilupakan," ujarnya.
Barbarino mengatakan, adanya hal yang mengkhawatirkan saat melakukan tindakan pada pasien Covid-19 berdasarkan usia atau kondisi, tanpa akses terhadap pedoman pengambilan keputusan yang transparan.
Kondisi ini membuat lansia dan orang-orang dengan demensia berisiko ditolak untuk berobat.
"Pemerintah harus melindungi hak-hak orang dengan demensia, hak mereka untuk mengakses perawatan kesehatan, dukungan, terutama saat ini," lanjut Barbarino.
Menurut dia, keputusan penindakan harus didasarkan pada hak, tidak hanya usia atau pun kondisi.
"Kami memahami bahwa Covid-19 telah memberikan tekanan yang besar pada sistem kesehatan secara global, tetapi kami tidak bisa juga membiarkan dan menelantarkan orang-orang dengan demensia," tutur Barbarino.
Barbarino menilai, ada hubungan yang jelas antara pemerintah yang bertindak cepat untuk membatasi penyebaran Covid-19 dengan tingkat kematian yang lebih rendah akibat virus ini.
"Kami butuh pemerintah untuk bertindak segera dan melindungi komunitas kami yang rentan," kata Barbarino.
"Pemerintah tidak boleh melepaskan diri dari komitmen yang telah ada dalam rencana demensia nasional atau yang sejalan dengan rencana aksi global WHO untuk demensia, yang diratifikasi oleh 194 negara WHO," sambungnya.
Baca juga: Sering Berpikir Negatif Tingkatkan Risiko Demensia, Kok Bisa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.